Kafi Kurnia

Tidak ada Kata Gagal

Hampir sepuluh tahun saya mengenal Om Lukas. Beliau sangat konservatif. Anak muda jaman sekarang menyebutnya kuno banget. Saya menyebutnya “old school”. Sebagai sebuah penghargaan. Tapi Om Lukas adalah orang yang paling pragmatis yang pernah saya temui. Saya sering minta pertimbangan beliau. Terutama bila ada masalah-masalah yang pelik dan njelimet.

Om Lukas selalu punya cara pandang yang berbeda namun seringkali benar. Ia adalah guru yang baik dalam menganalisa sesuatu. Hampir 100 hari yang lalu beliau wafat. Dan saya sering merasa kehilangan dia. Om Lukas teman yang baik untuk diajak berdebat.

Beberapa hari yang lalu, putri Om Lukas, mbak Lastri minta ketemu. Lalu kami ngobrol panjang lebar, mengenang Om Lukas. Seru sekali. Kami berdua kangen berat dengan Om Lukas.

Ketika hendak pamit dan berpisah, mbak Lastri memberikan saya sebuah kado. Dibungkus sangat rapi. Ketika saya tanya apa, mbak Lastri sambil tersenyum mengatakan itu adalah titipan Om Lukas. Lalu kami pun berpisah.

Di rumah, saya membuka bingkisan itu. Saya terkejut setengah mati. Di dalamnya ada buku peninggalan Om Lukas.

Sejak 30 tahun yang lalu Om Lukas selalu menuliskan kata-kata mutiara. Tapi khusus topiknya hanya satu yaitu tentang “kegagalan”. Semua anak Om Lukas selalu mengejek dan menyebut buku itu sebagai buku KEGAGALAN.

Yang membuat saya terkejut, di dalamnya ada lebih dari 400 kata mutiara tentang kegagalan. 30 tahun sama dengan 360 bulan. Konon Om Lukas hanya menulis kata-kata mutiara itu pada saat dia gagal.

Artinya selama 30 tahun terakhir ini, Om Lukas merasa gagal tiap bulan. Atau ada saja kejadian penting tiap bulan-nya dimana Om Lukas merasa gagal. Padahal keluarga dan teman-teman merasa Om Lukas itu orangnya selalu hati-hati. Sangat konservatif dalam mengambil risiko. Dan tidak terlihat sebagai orang gagal. Malah orang sukses yang sangat bijaksana.

Buku om Lukas penuh dengan kata-kata mutiara orang-orang terkenal. Memang kegagalan bagi orang terkenal punya arti tersendiri. Semua orang terkenal atau sukses rasanya pernah merasakan kegagalan. Dan mereka punya kebijakan tersendiri, yang tentunya sangat bijaksana, dalam menghadapi kegagalan itu.

Jadi, jangan heran kalau orang terkenal dan sukses menjadi tahan banting serta kebal dengan kegagalan. Rupanya om Lukas selama 30 tahun menjadi murid yang paling disiplin untuk belajar soal kegagalan. Tanpa orang banyak tahu, om Lukas belajar seni bela diri terhadap kegagalan secara diam-diam. Saya kagum dengan om Lukas.

Alon-alon Maton Kelakon

Kata sukses sendiri dalam bahasa Indonesia kita impor dari bahasa Inggris. Kata-kata seperti ‘berhasil’ atau ‘jaya’ juga tidak lengkap mengungkapkan seluruh makna yang terkandung dalam kata sukses.

Malah menurut Mpu Peniti, secara filosofis barangkali kata sukses tidak ada terjemahan langsung dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa pengertian filosofis-nya barangkali adalah “kelakon” atau terjadi atau kejadian. Ini untuk melukiskan makna sukses dalam keseharian kita. Sedangkan untuk gagal, ada kata “wurung” dan “durung”, yang artinya tidak terjadi atau tidak kejadian.

Maka, barangkali ungkapan ‘alon-alon maton kelakon’ adalah sangat tepat. Orang Jawa sebenarnya sangat optimis dan percaya diri. Itu bila, kita mau melihat filosofi tersebut secara bijak.

Orang Jawa melihat hidup ini sebagai sebuah proses. Namun, apapun yang terjadi, kita harus punya tujuan. Sebab, semuanya adalah proses yang melibatkan kita, Tuhan, dan alam semesta. Sehingga, kita harus menghormati keduanya.

Jadi, apabila tujuan itu harus di tuju dalam sebuah proses yang pelan dan makan waktu, maka itu yang harus kita jalani. Yang penting kita terus tekun, selalu berjuang dan tidak pernah putus asa. Maka sukses pun, akan terjadi dengan persetujuan Tuhan bersama alam semesta.

Barangkali inilah makna yang bijak dari ‘alon-alon maton kelakon’. Bukan pelan-nya yang dipentingkan. Melainkan proses pencapaian-nya. Sayangnya filosofi yang sangat luar biasa ini seringkali di-pleset-kan menjadi sikap malas-malasan. Padahal pelan itu proses. Pelan tidak sama dengan lambat. Kalau lambat itu sangat negatif artinya. Lambat artinya kita selalu ketinggalan.

Negara Indonesia bisa merdeka, barangkali juga karena filosofi yang sama. Yang memuat semangat tekun, percaya diri, selalu berjuang, dan tidak pernah putus asa. Jaman revolusi, semangat ini menjadi sebuah terobosan, yang kemudian diubah dengan sebuah evolusi “Maju Terus Pantang Mundur”.

Semangatnya sama. Artinya sama. Hanya saja interpretasi yang beda sesuai dengan jaman. Jadi memang benar bila sebagai bangsa kita tidak mengenal kata gagal. Karena gagal tidak ada dalam kosa kata kita. Sesungguhnya kita tidak tahu apa arti gagal.

Pernah sekali om Lukas secara humor bertutur. Kata beliau, barangkali slogan dan yel-yel “Maju Terus Pantang Mundur” dianggap sudah selesai ketika kita merdeka. Pemimpin kita lupa untuk melanjutkan kehidupan bangsa ini dengan slogan dan yel-yel yang baru. Semangat juang kita pudar. Dan ketika tidak ada lagi yang mau diperjuangkan, maka kita tidak bersemangat berjuang. Kita kehilangan selera. Kita menyerah. Tinggal ada dua situasi. Sukses dan gagal. Pilih yang mana?

Gagal dan sukses bukanlah sebuah keabadian. Artinya anda tidak akan terus menerus gagal. Juga anda tidak terus menerus sukses. Balik lagi pada filosofi ‘alon-alon maton kelakon’, maka kita semua mesti terjun kedalam proses itu, menyatukan koordinat kita bersama alam semesta dan Tuhan. Berusaha menyamakan diri, mencapai sebuah keseimbangan yang memberi kita arah dan tujuan. Kesanalah kita pergi. Kesanalah kita berjuang.

Maka apabila anda merasa hidup anda gagal saat ini, tidak usah sedih dan putus asa. Anggap saja anda main bola, dan ini angka sementara. Pertandingan belum selesai. Semuanya sangat ditentukan oleh anda.

Di halaman terakhir, dari buku om Lukas. Beliau mengutip, kata-kata mutiara dari seorang penulis Amerika separuh baya, Mark Amend. Kalimat itu sangat sederhana “All successful people have had plans that failed, but none have ever failed to plan”.

Pas banget dengan filosofi ‘alon-alon maton kelakon’. Sederhana-nya bilamana kita tidak memiliki rencana. Maka kita dengan mudah akan sesat alias nyasar. Jadi, kalau dalam hidup ini anda tidak punya rencana terhadap keluarga, karir dan hidup anda pribadi, jangan salahkan kalau anda merasa gagal.

Andaikata anda punya rencana, dan anda masih merasa gagal, jangan menyerah. Revisi rencana anda, dan sukses barangkali cuma tinggal di tikungan jalan saja.

Hampir 4 bulan yang lalu, dalam pertemuan saya yang terakhir dengan om Lukas, beliau bercerita pada saya tentang sebuah pelajaran hidup. Beliau mengutip sebaris kalimat dari Confucius. Yang berbunyi bahwa kita harus selalu menyempatkan diri untuk membaca.

Sebuah sindiran untuk tetap rendah hati, membuka diri dan selalu belajar. Sikap keterbukaan. Confucius menyarankan agar kita menyerah dan pasrah, mengakui dengan sepenuhnya atas semua ketidaktahuan kita. Sebuah kritik halus untuk menempatkan posisi kita tidak pada posisi sukses dan juga tidak pada posisi gagal. Semuanya adalah proses yang berjalan.

Proses ini tidak mengalir begitu saja. Apabila ada orang yang mengatakan, bahwa ia membiarkan kehidupannya mengalir sesuai arus. Jangan ikuti orang itu. Sesungguhnya orang seperti itu adalah yang paling buruk. Karena ia tidak punya rencana hidup.

Presiden Soekarno dalam pidato Hari Kemerdekaan tahun 1961, mengatakan “Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very dangerous!”.

Saya pikir ini harusnya menjadi slogan kita yang selanjutnya. Bahwa kini saatnya kita jadi bangsa yang bijak. Kita mesti belajar dari pengalaman yang ada dengan arif. Memikirkannya dengan seksama. Sehingga pengalaman itu punya makna.

Karena, pemikiran-pemikiran kita, akan sangat berbahaya dan sesat, bilamana tidak ditunjang dengan kearifan yang kita pelajari dari pengalaman. Bila ini di selaraskan dengan alam semesta dan Tuhan, saya setuju sukses dan gagal cuma situasi sesaat. Bukan vonis yang abadi.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Customer Engagement

Didekat kantor saya barangkali ada lebih dari selusin penjual gado-gado. Tapi favorit saya selalu adalah punya-nya Mas Heru. Awalnya saya tidak peduli dengan pilihan gado-gado di kantor saya. Karena hampir semuanya terasa sangat mirip. Kalaupun berbeda -seringkali perbedaan-nya terlewatkan begitu saja tanpa kita sadari. Sampai suatu hari, staff saya dikantor mulai mendongeng soal Mas Heru.

Cerita staff saya – gado-gado mas Heru paling laris. Seringkali harus ngantri, karena yang beli banyak. Penasaran, sayapun bertanya apa sebabnya. Staff saya lalu mulai promosi. Dengan lugas ia mengatakan Mas Heru orangnya resik. Gerobak gado-gadonya paling bersih. Dan lebih asli, karena ada campuran sayur pare. Juga jagungnya lebih manis. Dan kalau mau beli setengah porsi juga dibolehkan.

Dari cerita diatas – saya analisa ada lebih dari 5 hal yang pokok. Pertama – Mas Heru langganan-nya banyak. Kedua – Mas Heru paham akan nilai kualitas, seperti menjaga kebersihan. Ketiga – Mas Heru cukup inovatif dengan menyajikan sayur pare dan jagung paling manis. Sehingga gado-gadonya diklaim lebih asli alias otentik. Ke-empat Mas Heru pelayanan-nya lebih baik karena membolehkan langganan membeli 1/2 porsi. Tapi yang paling luar biasa, adalah yang ke lima – dimana Mas Heru bisa memotivasi staff saya untuk menjadi duta besar produk gado-gadonya, dan mempromosikan gado-gadonya ke siapa saja, termasuk saya.

Dalam ilmu pemasaran jaman kini, kita boleh menyimpulkan bahwa Mas Heru telah berhasil menciptakan sebuah proses Customer Engagement yang sangat berhasil dan efektif.

Usaha Mas Heru boleh saja sederhana. Hanya menjual gado-gado. Tapi prestasinya menjadi yang paling laris dan paling banyak langganan di antara selusin penjual gado-gado, merupakan sebuah prestasi tersendiri. Kelihatan mudah, tapi butuh ketekunan yang luar biasa. Disinilah rahasia Customer Engagement yang sesungguhnya. Sebuah strategi yang sangat sederhana namun ampuh untuk memenangkan persaingan.

Setiap kali saya ke Djogdjakarta, kalau ada waktu saya selalu sarapan soto daging di tempat Bu Cip, didekat Jalan S. Parman di dekat Taman Sari. Warung soto daging Bu Cip sangat kecil. Tidak seperti pesaingnya yang lebih terkenal yang menyediakan tempat makan lebih besar. Tetapi buat saya tetap warung soto daging Bu Cip yang paling favorit. Bu Cip punya tradisi unik. Ia hampir selalu ingat langganan-nya.

Jadi setiap kali kita berkunjung ke warungnya, beliau selalu saja menyapa kita dengan intim dan selalu ingat dengan kita. Entah itu bakat yang luar biasa dengan Bu Cip atau karena beliau punya kedisplinan untuk mengingat para langganannya.

Yang saya rasakan adalah tradisi Bu Cip menyapa saya dengan akrab dan intim membuat saya merasa penting. Seolah saya adalah langganan penting Bu Cip. Hal ini rasanya membanggakan sekali. Ini sebuah sentuhan tersendiri. Sebuah Customer Engagement yang berhasil dan manjur. Karena membuat saya setia menjadi langganan. Customer Engagement yang berhasil memang biasanya menciptakan loyalitas.

Hampir 20 tahun yang lalu para pemasar melihat bahwa pelayanan yang baik menjadi senjata persaingan. Kenyataannya memang demikian. Perusahaan yang mampu menciptakan pelayanan terbaik biasanya unggul menjadi pesaing. Hal ini bisa kita lihat hampir disemua usaha atau bisnis. Mulai dari rumah makan, hotel, toko hingga bengkel. Pelayanan atau service menjadi sedemikian penting hingga para pemasar mendefinisikan ulang konsep pelayanan yang baik. Dan konsep yang populer saat ini adalah Customer Engagement.

Kalau 20 tahun yang lalu pelayanan adalah salah satu komponen terpenting, kini pendapat itu bergeser. Komponen terpenting adalah pelanggan. Dan bagaimana kita bisa menciptakan sebuah bisnis atau usaha dengan pelanggan sebagai fokusnya.

Itu sebabnya tantangan kita tidak lagi hanya melayani, tetapi menciptakan sebuah sistim interaksi yang disebut “engagement”. Mulai dari mengenali konsumen, membuat konsumen menjadi langganan, menciptakan sistim pelayanan terbaik, dan memotivasi langganan anda untuk ikut menjadi duta besar yang mempromosikan bisnis anda. Sistim terpadu ini kita sebut Customer Enggagement.

Saya pernah punya bengkel favorit. Sebenarnya lebih tepat bengkel favorit supir saya. Kebetulan anak pemilik bengkel adalah teman saya juga. Harga dan ongkos bengkel itu tidak murah. Biasanya lebih mahal. Tapi tetap saja bengkel itu ramai dan laris. Suatu hari saya berkesempatan main ke bengkel ini. Didepan bengkel terpajang sebuah mobil Toyota Corolla tua. Namun terlihat kokoh dan mulus. Itu adalah mobil kebanggaan ayah teman saya.

Hampir sejam saya mengamati bagaimana teman ayah saya menyapa para supir yang datang dengan sangat akrab. Mereka ngobrol seperti teman lama dengan sangat intim. Mulai dari soal mesin hingga pelumas dan 1001 topik yang berbeda. Terlihat betul ayah teman saya tidak canggung ngobrol dengan para supir. Malah terlihat sekali bagaimana para supir mengagumi ayah teman saya itu. Dan dimata para supir – ayah teman saya adalah seorang “suhu” yang paham semua masalah mobil.

Sore hari ketika bengkel mulai sepi, saya berkesempatan ngobrol dengan ayah teman saya. Ia punya filosofi yang sangat unik. Ia bercerita bahwa biarpun langganan sesungguhnya adalah pemilik mobil, tetapi 80% yang datang ke bengkelnya adalah para supir. Jadi dia harus bisa bergaul dengan para supir-supir ini. Tanpa dukungan para supir – bisnisnya amblas tidak memiliki arti.

Mobil Toyota Corolla tua yang dipajangnya didepan bengkel, adalah simbol kesaktian ilmunya. Bahwa ia terbukti jago dalam merawat mobil. Simbol ini penting. Para supir mengakui kesaktiannya lewat simbol ini.

Itu sebabnya para supir gemar dan suka ngobrol dengan ayah teman saya. Dan ayah teman saya tidak pernah pelit membagi ilmunya. Ayah teman saya punya pandangan yang unik. Beliau mengatakan semakin banyak supir belajar dari dirinya semakin baik. Dan itu sama sekali tidak mengurangi bisnisnya. Orang lain mungkin takut. Semakin jago supirnya semakin pintar merawat mobil dan semakin jarang ke bengkel.

Ayah teman saya berpendapat berbeda. Menurutnya supir yang pintar dan berpengetahuan luas soal mobil, rata-rata mampu mengenali masalah mobilnya jauh-jauh hari. Sehingga sebelum mobilnya bermasalah besar, biasanya supir sudah kebengkel terlebih dahulu. Akibatnya bisnis bengkel itu lebih laris dan ramai.

Tetapi yang paling penting, para supir lebih percaya diri dalam merawat mobilnya. Para supir juga semakin percaya dengan keampuhan dan kesaktian ayah teman saya. Pokoknya kalau ada masalah – datang ke bengkel ayah teman saya, pasti sembuh dan manjur.

Dahulu, saya berpikir ayah teman saya ini unik. Namun sekarang saya mengerti 100%. Bahwa yg dijalankan oleh ayah teman saya semata-mata adalah sebuah konsep Customer Engagement terpadu. Ia lebih awal menerapkan-nya dibanding orang-orang lain. Nyatanya memang menjadi kunci suksesnya.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Kita harus “SERAKAH”

Hari itu Minggu, dan pikir saya, mau bermalas-malasan, sembari cuci mata di Central. Karena ini hari terkahir saya dinas di Hong Kong. Tiba-tiba BB saya berderit menyampaikan pesan, “Gue jemput jam 10, kita ‘brunch’ bersama”. Begitu pesan kolega saya.

Awalnya saya malas juga. Tapi ia berjanji mau mengenalkan saya dengan produser film dokumenter dari Milan. Saya pikir ini bakal menarik.

Siang itu kami akhirnya ‘brunch’ di sebuah café kecil di Central. Saya diperkenalkan dengan Giovanni, yang baru saja membuat film iklan Lexus di Eropa. Dan berencana membuat film dokumenter di Indonesia. Obrolan kami sangat seru, dan berkisar di masalah-masalah per-film-an. Lalu tak lama kemudian, bergabung dengan kami seorang bankir muda wanita. Lalu obrolan menikung dengan topik berbeda.

Sambil menghirup latte pelan-pelan, dia bilang kepada kami, bahwa ia punya pengamatan tentang ekonomi dunia yang sedang malang melintang. Pada prinsipnya, ia menghujat korporat raksasa dunia, yang semakin gendut, lamban dan menghambat pertumbuhan ekonomi dunia.

Secara sederhana ia bicara dua kubu ekonomi yang selalu berseteru. Antara ‘demand’ vs ‘supply’ dan antara ‘majikan’ vs buruh’. Dimana utopia ekonomi adalah ilusi keseimbangan diantara keduanya. Yang selama sejarah manusia, telah dibuktikan sangat absurd, dan tidak pernah ketemu.

Selalu saja ada pihak yang serakah dan mencoba mengungkit demand. Akibatnya supply selalu saja berlimpah. Dan terjadi kekacauan ekonomi. Pemerintah mencoba melakukan pemandulan ‘demand’, tapi yang terjadi malah bisnis kartel. Itu sebabnya teori lain mencoba me-merdeka-kan dan membebaskan ekonomi dengan ‘free trade’. Yang akhirnya justru malah hanya melindungi yang kuat.

Dilema berikutnya adalah perseteruan yang tidak pernah berakhir antara majikan melawan buruh. Karena majikan akan terus bertambah makmur, sedangkan buruh menjerit akan upah yang terus berkurang. Dan, ketika buruh diberikan kekuatan serikat kemudian melawan, maka di berbagai negara maju, dinamika industri serta ekonomi selalu diwarnai dengan pemogokan berseri. Akibatnya, ekonomi kita selalu disandera ketimpangan.

Dalam versi film Oliver Stone tahun 1987 – The Wall Street – pialang saham Gordon Gekko mengatakan “Greed, for lack of a better word, is good. Greed is right. Greed works. Greed clarifies, cuts through, and captures, the essence of the evolutionary spirit.”. Yang secara sinis mengatakan : selama ada orang yang serakah, maka ekonomi akan mengalami akslerasi. Tetapi sebaliknya, terlalu banyak orang yang serakah maka ekonomi juga akan rontok.

Kalau ‘serakah’ itu adalah bensin ekonomi. Maka proses apa yang harus kita lakukan agar ‘serakah’ hilang kebinalan-nya dan menjadi energi yang 100% positif?

Sang bankir wanita, sambil menyuap telur dadar dan roti panggang, melanjutkan. Bahwa ‘serakah’ harus didesain ulang. Dalam hal ‘demand’ vs ‘supply’, ‘serakah’ tidak lagi menjadi keinginan memproduksi sebanyak-banyaknya dengan harga murah, lalu menguasai ‘demand’ dunia, tetapi menjadi semangat dahaga untuk berinovasi.

Dan dalam konteks ‘majikan’ vs ‘buruh’, semangat ‘serakah’ harus diterjemahkan menjadi motivasi, bahwa buruh akhirnya harus berani merdeka, bangkit, dan menjadi majikan diri sendiri. Bila kedua hal diatas dilebur menjadi satu, maka muncul satu kata sakti “entrepreneur” alias wirausaha.

Walaupun entrepreneur dipercaya menjadi penyelamat ekonomi dunia. Kenyataannya, banyak pemerintah didunia ini yang ogah berpihak kepada kaum entrepreneur. Kebanyakan cuma basa basi saja.

Di Amerika, kaum kebanyakan dan marjinal menyebut diri mereka sebagai kaum 99%. Rata-rata memiliki kemampuan ekonomi yang serba pas dan terbatas. Semata-mata karena ekonomi Amerika dikuasai oleh kaum 1% yang kaya raya dan berkuasa menyandera ekonomi. Begitu tuduhan mereka.

Inilah permasalahan yang dituduhkan menjadi kemelut benang kusut ekonomi dunia saat ini. Solusi praktisnya, tentu saja adalah pemerataan. Namun, sayangnya sangat tidak mungkin terjadi pada era globalisasi saat ini.

Teman saya sang Bankir wanita, lalu menyebut Singapura dan Hong Kong, yang jumlah entrepreneurnya sangat banyak. Karena bila diamati, secara praktis keduanya tidak memiliki sumber daya apapun. Hampir semuanya, mulai dari makanan hingga lain-lainnya praktis di impor. Namun ekonomi mereka tetap bertahan. Minimal di tahap pengusaha mikro.

Sehingga setiap terjadi krisis ekonomi dunia, yang sakit kepala lebih banyak pengusaha gede, dan pengusaha korporat. Pengusaha kopi, mie di pinggir jalan, tetap saja laris dan bertahan. Kalau pun ada yang bangkrut, akan digantikan oleh yang baru dalam sekejap.

Menurut laporan Bank Dunia tahun 2012, Singapore dan Hongkong berada di urutan 1 dan 2 dalam kemudahan ber-usaha. Bandingkan dengan Indonesia yang berada di urutan 129.

Aktivitas entrepreneur dunia saat ini berkisar di bawah 12% dari total GDP. Beberapa Negara kecil seperti Peru dan Bolivia sudah diatas 30%. Demikian juga beberapa Negara di ASIA seperti China, India, dan Philipina yang sudah diatas 20%.

Ide dan inovasi yang cemerlang seringkali datang dari entrepreneur. Karena semata-mata sifat persaingan mereka yang sangat ketat. Korporasi dan pengusaha besar, lebih tertarik pada efsiensi dan laba. Naluri dan persaingan korporasi lebih mengarah pada Price Earnings Ratio dan Return on Investment. Bukan kepada inovasi.

Jadi, Indonesia mestinya punya visi serius tentang mencetak entrepreneur dan pengusaha muda. Yang penuh ide dan inovasi. Pasar Indonesia sendiri nantinya akan tumbuh beragam dengan cluster-cluster yang memiliki keragamanan tema dan sumber daya.

Bali misalnya, akan menjadi ekonomi dengan pemicu turisme. Jakarta, akan dipicu dengan industri pelayanan dan permodalan. Jawa Timur, mungkin akan dipicu dengan industri hortikultura. Keragaman ini akan membuat Indonesia menjadi episentrum ekonomi baru di ASIA.

Jadi ‘serakah’ (sebenarnya) bukanlah semangat yang negatif. Tinggal bagaimana kita memberi arti dan nilai yang positif.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Satu Jalan Menuju Kaya, Banyak Jalan Menuju Sukses

Ibu saya berkali-kali menasihati saya, kata beliau hanya ada satu resep kaya raya. “Hidup hemat !” Bekas bos saya, almarhum Bapak M.S. Kurnia, juga mengatakan hal yang sama.

Ibaratnya kita punya dua saku. Saku kanan adalah tempat uang masuk. Saku kiri adalah tempat uang keluar. Selama uang keluar jauh lebih sedikit dengan uang masuk. Kita bakal aman. Ada uang lebih – maka ada kesempatan menabung. Hanya dengan cara ini kita bisa kaya raya. Tidak ada jalan lain. Tidak ada resep lain. Cuma satu ini.

Bill Gates, orang terkaya di dunia, pernah membela kebiasaan-nya naik pesawat di kelas ekonomi. Kata beliau, apakah kita duduk di kelas bisnis atau kelas ekonomi, semua penumpang tiba pada saat yang bersamaan. Jadi buat apa menghamburkan uang duduk di kelas bisnis. Begitu kilah Bill Gates.

Seorang konglomerat Indonesia, senang sekali memakai baju batik. Ketika saya tanya kenapa, ia berbisik bahwa baju batik itu warna-warni, sehingga tidak mudah kotor. Dan menurut mantu sang konglomerat, mertuanya bisa memakai baju batik itu berkali-kali, sampai ia merasa kotor, dan baru mencucinya. Ia sangat berhemat di ongkos cuci.

Beda lagi dengan konglomerat yang satu ini, ia senang punya kantor yang berdesak-desakan dengan anak dan mantu. Kalau ditanya mengapa, ia selalu menjawab biar akrab. Alasan utamanya, menghemat ongkos.

Seorang pengusaha di Surabaya, punya strategi lain, ia menugaskan supirnya untuk selalu menghafal promosi gencar kartu kredit. Ia selalu makan bersama klien hanya di restoran yang memberikan diskon terbesar.

Jadi kalau anda bertemu orang kaya raya, dan mereka punya kebiasaan aneh, jangan menuduh mereka pelit. Tapi itu rahasia kaya raya yang sesungguhnya. Hidup hemat dengan berbagai kebiasaan dan disiplin.

Kebalikannya, banyak teman-teman saya, yang punya komentar, ” ….. kenapa yah orang-orang yang mendapatkan uang secara mudah selalu tidak bertahan?”. Uangnya cepat habis. Sehingga ada istilah uang panas. Yang cepat menguap dan hilang begitu saja.

Saya kebetulan pernah menemani belanja bersama seorang pejabat di Hongkong. Dan dalam hanya 2 jam, sang pejabat menghabiskan uang hampir 500 juta rupiah. Saya sampai garuk-garuk kepala. Sang ajudan berbisik kepada saya, “Habis duitnya datang dengan gampang sih !”. Saya cuma meringis.

Secara psikologis, kata teman saya yang kebetulan adalah pemerhati gaya hidup, kebanyakan orang yang mencari uang dengan mudah, maka mereka juga cenderung untuk menghabiskan uangnya dengan mudah dan boros. Kebalikannya orang yang sangat susah mencari uang, yang tahu berkeringat bercampur darah, maka polanya untuk menggunakan uang cenderung hati-hati dan juga sangat hemat. Ini perbedaan yang sebenarnya.

Maka persepsi yang salah banyak juga beredar. Misalnya ada juga sih, teman-teman saya yang punya strategi beda. Kalau mau kaya? Cari uang sebanyak-banyaknya. Sehingga bisa boros seenaknya. Demikian moto hidup mereka.

Fokus mereka ada pada mencari uang. Dan bukan berhemat menyimpan uang. Strategi ini jelas berbahaya. Sekali saja sumber uang mereka kering. Mereka akan kelabakan tanpa tabungan.

Sukses tidak sama dengan Kaya

Yang sering bikin kabur adalah persepsi bahwa sukses dan kaya raya itu satu paket. Kata Mpu Peniti – mentor saya – “Sukses itu artinya sangat mahir dalam satu bidang sehingga dapat dikatakan dia-lah jagoan-nya”.

Betapa banyak atlet olah raga kita yang dulunya sangat berprestasi namun ternyata tidak begitu baik kondisi ekonominya. Demikian juga sejumlah artis dan penyanyi yang sangat terkenal dan sukses, tetapi kondisi ekonominya tidak sesukses karirnya. Tak terhitung juga pelukis dan seniman yang sangat sukses dalam karirnya, tetapi kehidupan ekonominya tidak secermerlang karirnya.

Sukses dan kaya raya, ternyata dua hal yang sangat berbeda. Konsep ini yang semestinya kita dalami. Bahwa anda bisa saja sukses dalam satu bidang – namun bilamana anda tidak kaya raya, jangan anda berkecil hati. Karena memang keduanya butuh cara dan strategi yang sangat berbeda.

Sukses Dulu, atau Kaya Dulu?

Jadi dalam hidup ini – mana yang anda pilih? Atau mana yang anda harus lakukan terlebih dahulu? Sukses dulu baru kaya raya? Atau kaya raya dulu baru anda sukses?

Sejujurnya, buat saya pribadi, pertanyaan ini tidak pernah hinggap di kepala saya. Pertanyaan ini baru muncul setelah dalam satu kuliah saya, dosen saya bertanya dengan serius dan filosofis, “Apa gunanya kaya raya? Dan kenapa kita harus kaya raya? Apa kaya raya adalah tujuan hidup semua orang?”.

Mendengar pertanyaan seperti itu, kami para mahasiswa yang berada di usia idealis, menjawabnya secara idealis pula. Ada yang menjawab secara filosofis, bahwa dengan kaya raya, ia bisa menolong orang banyak. Berbuat amal. Khas jawaban seorang “Philanthropist”. Yang lain menjawab secara politis, bahwa itu adalah cita-cita semua orang. Plus sejumlah jawaban yang berbeda-beda. Tapi tidak ada satu jawaban-pun yang sesuai dengan keinginan dosen saya.

Terus terang kami semua terkejut, ketika sang dosen menjawab pendek : “Praktis !”. Dosen saya memberikan argumen, bahwa kekayaan yang berlimpah membuat kita praktis bisa berbuat banyak hal.

Bisa menolong orang. Bisa liburan kemana-mana. Dan bisa membeli banyak hal. Namun, apakah kekayaan berlimpah membuat kita berbahagia?

Itu 100% bergantung pada orangnya. Tapi jawaban itulah yang mengubah hidup saya. Saya sampai pada sebuah persimpangan pemikiran. Bahwa situasi yang paling ideal, adalah kita harus, dan wajib sukses menjadi seseorang. Entah itu pengusaha. Artis. Sastrawan. Penulis. Apapun! Dan kesuksesan itu harus bisa kita komersialkan, sehingga memberikan kita nafkah yang baik. Itu idealnya.

Lalu dimana batas sukses itu. Jawabannya tidak terbatas. Tergantung pada ketekunan dan kerja keras kita.

Filosofi Makan

Peristiwa ini memberikan saya sebuah kearifan khusus untuk menghadapi kehidupan ini. Mpu Peniti – mentor saya – menasehati saya dengan sebuah perumpamaan.

Kata beliau, hidup ini tidak beda dengan makan. Tuhan memberikan pelajaran yang sangat sakral dalam hal bagaimana kita makan.

Pertama kata Mpu Peniti, kita jangan malu terhadap rasa lapar kita. Kita juga harus belajar mengerti rasa lapar kita. Artinya, dalam hidup ini, kita sudah diberikan naluri yang secara alami membentuk cita-cita dan ambisi kita.

Orang yang tidak mengerti rasa laparnya, akan makan sebisanya dan sepuasnya. Orang yang tidak mengerti cita-cita dan ambisinya, hanya akan maju terus tanpa rencana, dan berprestasi apa adanya.

Kedua, orang yang bijak pasti akan merencanakan apa yang dimakan pagi. Apa yang dimakan siang. Dan apa yang dimakan malam. Ia juga tidak akan seadanya memuaskan rasa laparnya, tetapi makan dengan makanan yang penuh nutrisi dan bergizi. Sehingga apa yang ia makan tidak hanya memuaskan rasa lapar, tetapi memberi manfaat yang maksimal bagi tubuhnya.

Orang yang bijak dan paham dengan rencana hidupnya, juga akan demikian. Karir yang ditempuhnya, bukan asal karir, tetapi jalan menuju cita-citanya. Bila tidak, maka karirnya akan menguras sekian tahun dari hidupnya dengan percuma.

Ketiga, orang yang bijak tidak akan makan sepuas-puasnya sampai melewati kenyang. Ia tidak akan serakah. Dan menjadi pemuas nafsu lapar semata. Tapi ia akan makan secukupnya. Karena tahu bahwa masih ada makan siang, makan malam dan makan pagi esok hari.

Orang yang bijak akan mengerti untuk menabung rasa laparnya untuk yang berikutnya. Ia akan hemat dengan rasa kenyang. Menyisakannya untuk berikutnya. Ia akan disiplin menabung. Hal yang sama dengan sukses dan rejeki. Perlu ditabung untuk yang berikutnya.

Bilamana ketiga hal tersebut dijalankan dengan seksama, maka “makan”, menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan. Lapar adalah berkah. Kenyang menjadi kemenangan yang bisa kita kenang setiap saat.

Orang yang tidak tahu artinya makan, seringkali malas makan atau makan seadanya. Sehingga makan menjadi masalah yang merembet pada penyakit. Orang yang mengerti makan, tidak akan diperbudak oleh nafsu.

Makan boleh jadi bukan semata untuk hidup. Tetapi hidup bisa juga untuk makan. Orang yang mengerti makan, akan berdoa sebelum dan sesudah makan, bersyukur atas rejeki yang dihidangkan.

Memuaskan rasa lapar hanya ada satu cara yaitu makan. Kaya raya juga hanya ada satu cara yaitu hidup hemat. Tetapi apa yang akan anda makan tergantung dengan selera dan nafsu makan. Sukses anda juga tergantung pada ambisi dan cita-cita anda. Sukses punya banyak jalan. Ini yang harus kita nikmati dalam kehidupan ini. Sukses punya banyak jalan dan kemungkinan.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Sukses sebagai pegawai atau merdeka sebagai pengusaha?

Sekitar 300 tahun sebelum Masehi, Pingala di India menulis Chanda Sutra. Sebuah literatur bergaya Sutra yang terdiri dari 8 bab. Literatur yang cukup singkat ini adalah awal dan dasar dari teori kode “binary” yaitu 1 dan 0, yang sekarang menjadi bahasa universal komputer.

Lalu tokoh matematika dan filsuf Inggris Eugene Paul Curtis di abad ke 17, berusaha menterjemahkan logika kedalam bilangan matematika. Sayang, pemikirannya diacuhkan banyak orang. Lalu Curtis menggunakan literatur Tiongkok kuno yaitu I Ching, buku tentang perubahan yang juga menggunakan kode “binary”.

Baik teori Pingala dan I Ching akhirnya menguatkan teori Curtis bahwa kehidupan kita dapat disederhanakan lewat hal yang sama. Hidup adalah sama dengan kode “binary”. Hanya saja Curtis belum menemukan sistem yang ia cari.

Barulah pada tahun 1847, ahli matematika dan filsuf George Boole, berhasil meneruskan pemikiran Curtis menjadi teori yang dikenal dengan Aljabar Boole. Yang kemudian diterapkan ke dalam sirkuit listrik elektronik dengan pendekatan “on” dan “off” yang sangat sederhana.

Claude Shannon pada tahun 1937, menggunakan teori kode “binary” menjadi penerapan aplikasi yang menguntungkan di elektronik dan komputer. Semenjak itu dunia berubah total. Dan hidup kita, percaya atau tidak, sangat bergantung pada kode “binary” itu.

Teman saya, seorang guru matematika, mengambil sikap bijaksana. Dan ia memiliki sebuah pemikiran sederhana. Bahwa hidup ini murni 100% pilihan. Seperti juga konsep “on” dan “off”.

Rahasianya, ketika anda memilih satu pilihan tertentu, tinggal bagaimana meningkatkan peluang keberhasilan bahwa pilihan kita itu menjadi yang terbaik dan menguntungkan.

Bayangkan anda di sebuah kamar. Bilamana anda memilih menyalakan lampu – katakan saja bahwa pilihan anda itu adalah “on”, maka bagaimana memanfaatkan ruangan yang terang benderang dengan cahaya lampu. Misalnya saja dengan belajar – membaca atau menyelesaikan sebuah pekerjaan.

Sebaliknya kalau anda memilih mematikan lampu – atau “off”. Ruangan kamar akan gelap gulita, maka tantangan berikutnya adalah bagaimana anda memanfaatkan situasi yang gelap gulita. Katakan saja – anda memanfaatkan ruangan yang gelap tersebut untuk meditasi, istirahat, merenung atau juga untuk tidur.

Dengan memahami konsep ini, maka tidak ada satu pun pilihan hidup yang buruk. Semuanya baik. Semuanya sempurna. Asalkan anda menjalani pilihan anda dengan konsisten. Dan membuat pilihan anda tersebut menjadi sebuah keberuntungan hidup. Menjadikan pilihan anda yang terbaik buat anda. Itu kunci rahasianya.

Jadi jangan terpengaruh dengan ajakan, seruan dan motivasi dari orang lain yang mengatakan bahwa anda harus begini, dan anda harus begitu. Mpu Peniti, mentor spiritual saya, bertutur bahwa seringkali seseorang gagal melakukan sesuatu karena semata-mata itu bukan pilihan-nya. Tetapi pilihan dan ajakan orang lain.

Mas Teguh, teman saya dari Surabaya, awal mula selalu gagal dalam melakukan apa saja. Teguh meniti karir mulanya sebagai seorang pegawai negeri. Merasa hidupnya hanya menjadi olok-olok, ketika berumur 36 tahun ia sengaja menghadiri sebuah seminar motivasi. Dan dalam seminar itu ia terinspirasi menjadi seorang entrepreneur. Lalu ia berhenti menjadi pegawai negeri dan mulai-lah ia mengarungi badai kehidupan sebagai seorang pengusaha.

Mulai dari agen MLM, asuransi, penjual burger, hingga broker saham dan sejumlah bidang usaha lainnya. Teguh merasa tetap di garis semula. Ia tidak mengalami kemajuan. Malah hampir bercerai dengan istrinya, karena dalam 10 tahun terakhir ia hanya menghabiskan uang saja.

Untunglah istrinya penyabar, dan mertua-nya sangat mendukung setiap usahanya. Dengan penuh rasa penyesalan ia bertemu dengan saya. Mengaku bahwa 10 tahun hidupnya sia-sia dan penuh sengsara. Padahal ia selalu penuh motivasi dan terus mencoba. Ia tidak pernah putus asa. Ia selalu penuh semangat. Tetapi ia merasa sangat jauh dari cita-citanya.

Dengan penuh rasa kasihan, saya mengajak ia bertemu dengan Mpu Peniti, mentor spiritual saya. Dia bercerita panjang lebar. Dan Mpu Peniti, menyimaknya dengan sangat seksama. Lalu di akhir cerita, dengan suara perlahan, Mpu Peniti, bertanya apa cita-cita-nya yang sesungguhnya?

Teguh terhenyak sesaat. Ia ragu. Sekian menit kemudian ia menjawab dengan penuh keraguan : “Yah, sama seperti teman-teman yang lain. Sukses dan banyak uang”.

Mpu Peniti lalu tersenyum, “Bilamana Mas Teguh ragu dan tidak yakin dengan tujuan dan cita-cita hidup yang sesungguhnya. Bagaimana Allah bisa membantu untuk memberikan apa yang Mas Teguh inginkan?” .

Teguh termangu. Ia pulang mirip serdadu kalah. Seminggu kemudian ia mengirim SMS, nadanya gembira. “Mas, aku tau apa yang harus aku pilih sekarang”.

Itu SMS Teguh setahun yang lalu. Lalu kemarin ada SMS dari Teguh. Ia mengajak saya melihat bengkelnya. Sejak SMA Teguh sudah pandai mengutak-atik mesin motor. Ia tahu merawat mesin. Dan mahir mereparasi serta merenovasi motor tua.

Sehabis pertemuan dengan Mpu Peniti, ia merenung dan nuraninya berbisik untuk memanfaatkan hobinya. Maka ia lalu membuka bengkel mobil. Sekalian usaha jual beli mobil bekas. Usahanya berhasil dengan baik.

Teguh kini sangat berbahagia. Ia mengaku telah memilih dengan tepat. Disamping ia menikmati hidupnya, penghasilan-nya juga sangat bagus. Keluarganya juga ikut senang. Istrinya mengaku ikut berbahagia.

Jadi kalau anda ingin berbahagia seperti mas Teguh, belajarlah memilih dengan teliti. Jangan mudah percaya dengan omongan dan ajakan orang lain, bahwa pilihan ini atau pilihan itu yang terbaik. 100% bohong. Tidak ada pilihan yang terbaik untuk semua orang. Yang ada, hanyalah pilihan terbaik untuk satu orang.

Jangan iri dan cemburu, apabila anda melihat seseorang sukses menjadi seseorang. Atau seseorang berhasil kaya raya menjadi seseorang. Pilihlah yang terbaik untuk anda. Jalani dengan tekun. Penuh percaya diri. Maka anda akan sukses dan atau kaya raya sekaligus. Dan akhirnya anda akan hidup sangat berbahagia.

Pegawai atau Pengusaha?

Lalu mana yang harus kita pilih? Menjadi Pegawai seumur hidup? Atau menjadi Pengusaha? Lagi-lagi jawaban-nya tergantung pilihan anda. Menjadi seorang pegawai barangkali resikonya lebih kecil. Tetapi perjuangan dan upayanya jauh lebih besar.

Gaji pegawai menengah dan atas dari perusahaan terkenal sangat memungkinkan diatas 50 juta sebulan bahkan ratusan juta. Bilamana anda sukses meniti karir menjadi direktur dan presiden direktur sebuah perusahaan papan atas, gaji-nya juga bisa milyaran sebulan.

Menjadi pegawai bukan pilihan jelek. Pilihan yang sangat bagus. Cuma, anda harus sadar bahwa hanya ada beberapa direktur, dan hanya ada satu presiden direktur. Anda juga harus sadar bahwa semakin tua usia anda semakin besar pula resiko anda.

Seseorang yang dipecat perusahaan-nya ketika berumur diatas 40 tahun, akan sangat susah mencari pekerjaan setara, dengan gaji setara pula.

Itu sebabnya jangan asal jadi pegawai. Anda perlu taktik dan strategi untuk mendaki keatas. Itu bilamana anda sudah mantap ingin jadi pegawai seumur hidup.

Menjadi pengusaha, juga bukanlah pilihan lebih baik dari pilihan menjadi pegawai. Memang ada plus dan minusnya. Pertama resikonya lebih besar. Karena 100% anda yang menentukan. Modal dan jenis usaha, semuanya anda yang melakukan. Resiko rugi dan bangkrut selalu ada.

Karena resikonya barangkali lebih besar, maka hasilnya juga lebih besar. Kalau jadi pegawai penghasilan anda ditentukan oleh gaji, dan kenaikan gaji peluangnya sangat terbatas. Maka kalau jadi pengusaha, berapa yang anda dapat, ditentukan 100% oleh ketekunan anda. Dan anda punya peluang melipat gandakan bisnis anda kapan saja, dan sebesar apa-pun.

Peluangnya sangat terbuka lebar. Hari ini anda untung cuma 10 juta, tahun depan bisa untung satu milyar. Bisa saja. Dan mungkin saja.

Jadi pegawai, anda harus disiplin, kerja jam 09.00 pagi pulang jam 17.00 sore. Bilamana jadi pengusaha, anda bebas 100%, bisa masuk kantor kapan saja. Pulang kapan saja. Atau juga tidak masuk sama sekali.

Saya sendiri memilih menjadi pengusaha sejak tahun 1990. Semata lebih cocok dengan adrenalin saya. Tidak mudah. Awalnya sangat sulit dan penuh perjuangan. Tetapi karena ini pilihan hidup saya, maka saya membulatkan tekad.

Rahasianya sederhana, selalu mengambil sikap positif. Tekun dan sabar. Yang terakhir, melakukannya dengan penuh semangat dan kegigihan. Hasilnya sangat membahagiakan saya.

Saya pikir bahagia adalah pilihan setiap orang. Apakah anda pegawai atau pengusaha anda berhak bahagia. Barangkali, inilah akhir dan cita-cita kita semua!


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Cerita Sebungkus Garam

Bulan Ramadhan yang lalu, Mpu Peniti mentor saya, titip agar saya membeli sebungkus garam buat beliau. Mulanya saya garuk-garuk kepala terheran-heran. Buat apa sebungkus garam. Beliau cuma tertawa, dan menjawab singkat – “Buat masak makanan buka puasa”.

Maka 2 jam sebelum puasa saya sudah tiba di rumah Mpu Peniti dengan sebungkus garam. Beliau gembira betul melihat saya membawa sebungkus garam pesanan beliau. Garam tersebut dibawanya ke dapur, dan Mpu Peniti sibuk memasak.

Saya menunggu di teras belakang. Sehabis sholat setelah bedug berbuka puasa, Mpu Peniti mengajak saya makan. Menunya sangat sederhana. Nasi putih, tahu dan tempe goreng, serta tumis kangkung.

Entah kenapa saya seperti tersihir, makan dengan sangat lahap. Rasanya enak luar biasa. Sebuah pengalaman yang sangat magis. Awalnya saya pikir saya dikerjai Mpu Peniti. Tapi ternyata tidak.

Sehabis makan beliau baru cerita. Bahwa nasi tadi di tanak dengan air kelapa dan dibubuhi sedikit garam supaya gurih. Sedangkan tahu dan tempe sebelum digoreng direndam di-air garam dan bawang putih. Dan tumis kangkung di tumis dengan cabe, bawang merah, dan garam.

Tapi mengapa bisa begitu enak ? Mpu Peniti hanya tertawa terkekeh-kekeh. Karena resepnya memang sangat rahasia.

Pada akhirnya beliau bertutur juga. Tentang pelajaran hidup yang beliau ingin turunkan kepada saya. Maka berceritalah beliau tentang budaya prihatin.

Beliau menasehati saya agar selalu hidup prihatin. Menurut Mpu Peniti, prihatin bukanlah artinya kita harus menyiksa diri kita. Hidup serba susah.

Pertama-tama, “prihatin” lebih kepada alam pikir kita. Sebuah “state of mind”. Bahwa kita dalam kepekaan berpikir. Sehingga panca indera kita menjadi lebih tajam dan fokus. Dalam hal ini, Mpu Peniti mencontohkan nasi yang di tanak dengan campuran air kelapa dan garam.

Betapa sering kita mengabaikan nasi. Yang kita pentingkan selalu adalah lauk-nya. Kita sering menganggap nasi apa adanya. Tetapi ketika nasi di tanak dengan resep khusus bersama air kelapa dan garam, maka nasi yang tidak pernah kita anggap, malah menjadi kelezatan tersendiri. Nasi tampil menjadi yang utama. Garam mirip dengan prihatin. Ketika hidup ini menjadi sedemikian hambar, maka prihatin menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.

Bayangkan anda berada di sebuah ruangan. Lalu anda menyetel musik sekeras-kerasnya. Maka bukan kemerduan dan keindahan musik yang anda dengarkan, melainkan suara yang sangat bising yang membuat anda sangat terganggu.

Tetapi bilamana anda turunkan suaranya hingga ke tingkat yang pas, maka yang terdengar adalah suara musik yang sangat indah. Konsep prihatin sama dengan menurunkan suara musik ke level yang bisa kita nikmati. Bilamana kita telah terlatih dengan gaya hidup prihatin maka apresiasi kita terhadap kesenangan, kebahagiaan, dan kepuasan menjadi berlipat ganda.

Ibaratnya kita sudah terbiasa makan sangat sederhana, suatu hari kita dijamu dengan makanan mewah. Maka kepuasan dan kebahagiaan kita akan menjadi luar biasa. Tetapi, bilamana kita sudah terbiasa makan mewah setiap hari maka kita menjadi mati rasa. Kebal ! Tingkat kepuasan dan kebahagiaan kita menjadi susah dijangkau.

Maka dengan menambahkan sedikit garam saja kepada sang nasi, Mpu Peniti berhasil mengubah nasi yang sangat sederhana menjadi sebuah hidangan spektakuler. Prihatin justru menjadi alat kreatif untuk menyetel kebahagiaan hidup kita. Prihatin justru membantu kita untuk lebih bahagia, lebih puas dan lebih menghargai hidup.

Peranan garam dalam masakan kedua, yaitu tahu dan tempe goreng punya makna tersendiri, tutur Mpu Peniti. Merendam tahu dan tempe dengan rempah-rempah bawang putih, sebenarnya sudah merupakan sebuah kesempurnaan tersendiri, tetapi menambahnya dengan garam dalam jumlah yang pas, menjadi keajaiban tersendiri, buktinya tahu dan tempe goreng menjadi lezat luar biasa.

Hal yang sama dengan budaya prihatin. Bilamana kita sudah terbiasa hidup prihatin, percaya atau tidak, kita akan punya panca indera tambahan. Yaitu, kita menjadi tahu diri terhadap penderitaan orang lain. Ini adalah kualitas pemimpin yang sangat penting. Apakah pemimpin bisnis atau pemimpin bangsa. Tanpa panca indera ini, pemimpin akan buta penderitaan terhadap mereka-mereka yang dipimpin-nya.

Teman saya seorang HRD manajer di sebuah perusahaan besar. Sehabis kenaikan BBM, ia mengajukan proposal untuk memperbaiki gaji dan upah di-perusahaan-nya. Kebetulan presiden direktur sudah generasi kedua. Masih muda. Namun sejak kecil, sudah hidup mewah dan berlimpah. Hingga SMP sekolah di Singapura. Lalu melanjutkan ke Inggris.

Sejak kecil hingga dewasa, hidupnya dikelilingi pembantu dan supir. Semua kebutuhan-nya selalu dilayani tanpa terkecuali. Semua permintaan-nya harus ada. Ia tidak pernah sekalipun hidup susah. Ia tidak tahu artinya menderita. Prihatin tidak ada dalam kamus hidupnya.

Maka ketika ia disodori proposal penyesuaian gaji dan upah, dengan serta merta ditolaknya. Malah manajer HRD itu dimarahi habis-habisan. Sang presiden menuduh teman saya ingin kudeta.

Teman saya dengan lesu menceritakan semua pengalaman itu, dan mengatakan bahwa andaikata proposal itu diberikan kepada ayah sang presiden direktur, maka situasinya akan sangat berbeda. Proposal itu pasti akan dipertimbangkan dengan seksama, dan teman saya yakin, bahwa proposal itu akan dikabulkan minimal sebagian, sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Bedanya, sang ayah mulai dari bawah, mulai dari kondisi hidup miskin dan mendirikan perusahaan. Setelah sukses sang ayah masih menjalankan hidup prihatin. Karena pernah hidup susah dan menderita, sang ayah sangat mengerti dan menyelami penderitaan karyawan-nya. Ia punya panca indera itu. Maka prihatin disini menjadi garam yang melengkapi. Garam yang menciptakan keajaiban.

Buddha mengalami jalan hidup yang sama. Seorang pangeran yang seumur hidupnya di penjara oleh kelimpahan dan kemewahan istana. Dan ketika ia menyamar keluar istana, dan melihat penderitaan rakyat. Ia dengan suka rela membuka mata hatinya, lalu mengisinya dengan keprihatinan.

Buddha lalu belajar hidup prihatin. Meditasi, bertapa, dan mencoba memahami penderitaan rakyatnya. Dan akhirnya Buddha mencapai titik pencerahan tertinggi. Ini adalah kualitas pemimpin yang semakin langka. Negara dan bangsa membutuhkan pemimpin seperti ini, yang mau prihatin. Mengerti penderitaan rakyat. Bukan mengejar kesenangan. Bukan mengejar kekayaan. Dan bukan pula mengejar kesempurnaan citra.

Dalam masakan ketiga, tumis kangkung, garam tidak tampil di depan. Tetapi di belakang cabe dan bawang. Prihatin tidak tampil di depan. Prihatin hanya menjadi pelengkap. Sebuah bekal yang menyempurnakan. Seorang Ibu yang sepuh, namun sangat kaya raya, pernah mendatangi Mpu Peniti. Uangnya berlimpah. Anak-anaknya tidak berambisi. Ia bertanya seakan hidupnya kosong. Tidak memiliki kebahagiaan sama sekali. Ia sudah mencoba dengan berbuat amal kemana-mana. Menolong banyak orang. Kenapa ia masih juga belum berbahagia?

Sederhana kata Mpu Peniti, ia itu ibarat tumis kangkung dengan cabe dan bawang tapi tidak ada garamnya. Ia menolong orang bukan karena ingin menolong orang itu. Ia ingin menolong orang semata karena ia ingin punya perasaan bisa, dan berkuasa menolong orang. Ia mengejar pujian dan ucapan terima kasih. Ia ingin punya reputasi bahwa ia orang baik hati yang menolong orang kemana-mana. Ia tidak menolong orang karena prihatin. Maka ia tidak akan pernah berbahagia.

Ketika saya bertemu pertama kali dengan Mpu Peniti, saya berpikir ia mirip dukun ramal. Maka pertama yang saya tanya adalah nasib saya di masa mendatang. Apakah saya bisa menjadi “seseorang” dan “sukses besar”. Apakah saya bakal punya segalanya ? Lalu beliau menjawab dengan cerita tentang Buddha.

Konon ketika Buddha selesai meditasi beliau ditanya apa yang didapat dari meditasi? Buddha hanya menggeleng. Tersenyum dan berkata, “Tidak ada”. Lalu mengapa Buddha melakukan meditasi bila ia tidak mendapat apa-apa?

Buddha tersenyum, “Aku melakukan meditasi, bukan untuk mendapatkan apa-apa, melainkan justru untuk menghilangkan semua hal-hal yang negatif. Untuk menghilangkan rasa marah, kegelisahan, cemburu, dengki, rasa takut pada usia tua dan kematian”.

Dan barangkali dengan pemikiran revolusioner seperti itu, Mpu Peniti mengajarkan saya untuk hidup prihatin. Semata agar kebahagiaan hidup yang kita kejar adalah kebahagiaan hakiki yang datang dari kehidupan kita yang sesungguhnya. Bukan dari sesuatu yang semu karena harta. Tetapi kebahagiaan yang bisa memberikan nilai dan martabat hidup.

Sejak itu saya melakukan sejumlah kegiatan usaha, untuk mencoba sikap prihatin itu. Di Djogdjakarta saya dan beberapa teman melakukan Gerakan Pelan Indonesia, memberdayakan budaya Jawa – “Alon Alon Maton Kelakon”. Agar kita prihatin dengan kehidupan yang serba cepat. Dan berusaha pelan. Untuk membuat hidup kita lebih bahagia.

Mpu Peniti pernah menasehati saya, kata beliau, andaikata kita naik mobil dengan sangat cepat, kita tidak akan pernah menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Beda apabila kita menempuhnya dengan berjalan kaki. Maka semua pemandangan akan kita nikmati dengan luar biasa.

Bersama dengan seorang teman karib, saya membuka sebuah pusat penyembuhan di Jalan Senopati di Jakarta. Juga karena prihatin bahwa biaya kesehatan di negara ini sangat tinggi, dan orang harus keluar negeri untuk sembuh. Berbagai penyakit modern dalam kehidupan kita yang serba cepat, kebanyakan disebabkan karena gaya hidup yang serba menuntut. Kita kehilangan panca indera kita yang paling penting. Yaitu prihatin pada sekeliling alam semesta dan manusia di sekeliling kita.

Dan keprihatinan saya yang paling besar, adalah fenomena cacat sastra yang diderita oleh anak-anak kita. Dimana anak-anak kita mampu dan bisa menggunakan bahasa Indonesia tetapi cacat untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai sebuah keindahan.

Kita tidak lagi menulis surat. Kita tidak lagi menulis puisi. Cerpen semakin menjadi seni yang hampir punah. Dengan keprihatinan yang sangat dalam, maka saya mendirikan sebuah penerbitan “AKOER”, yang berjuang untuk menerbitkan buku-buku berkualitas, dan mendermakan buku-buku itu ke sejumlah perpustakaan di seluruh Indonesia.

Semua usaha ini dilakukan dengan satu sikap. Prihatin. Saya merugi banyak secara finansial. Namun secara batin, saya merasa sangat kaya. Prihatin telah menjadi bola kehidupan saya. Yang membuat saya melambung kemana-mana karena berbenturan dengan berbagai dinding dan lantai yang keras.

Semoga dengan sikap prihatin yang sama. Bangsa dan negara kita dihantarkan ke gerbang kejayaan oleh Tuhan Yang Maha Esa.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Baru yang Baru

Semua yang baru adalah obsesi kita. Dan sesuatu yang baru seringkali menjadi bagian dari ritual kehidupan kita. Baru seringkali di-kedepan-kan. Baru adalah prioritas bagi kebanyakan orang. Karena baru ibarat jamu yang manjur, maka baru seringkali dijadikan jampi-jampi ilmu pemasaran.

Ketika saya kuliah ilmu pemasaran-pun, topik “BARU” menjadi sebuah kuliah yang super menarik. Malah dosen saya mengatakan bahwa inilah salah satu jurus pemasaran yang mesti dikuasai tuntas. Beliau punya teori yang menarik bahwa sebuah strategi pemasaran harus dimulai dari sesuatu yang baru, dan diakhiri dengan sesuatu yang baru pula. Begitu nasehat beliau.

Konsumen memang selalu tertarik kepada yang baru. Kita selalu mencari restoran baru. Cafe baru. Dan tempat hiburan yang selalu baru. Kalau kita mengunjungi sebuah boutique, kita juga mencari produk terbaru. Fenomena ini begitu mendarah daging, sampai misalnya membuat para produsen mobil, ikut menampilkan model terbaru setiap tahun.

Seorang wartawan pernah bercerita bahwa ia juga tertarik sama seorang artis kalau dia punya sesuatu yang baru. Entah itu lagu baru ataupun pacar yang terbaru. Kelihatan konyol, tetapi itulah yang terjadi. Kita hanya tertarik kepada sesuatu yang baru.

Konon diperlukan rata-rata hampir 3 tahun lamanya , untuk sebuah produsen produk konsumen menciptakan sesuatu yang baru. Tetapi statistik keberhasilan-nya sangat rendah. Kemungkinan hanya mendekati 10%. Padahal jumlah produk baru yang dilempar ke pasar bisa mendekati diatas puluhan ribu tiap tahun-nya.

Dengan statistik ini anda mungkin mengira dan menebak bahwa jurus baru ini, sama dengan inovasi. Menurut dosen saya memang sebagian ditentukan oleh inovasi. Tetapi sisanya sama sekali tidak ditentukan oleh inovasi.

Dalam salah satu kasus klasik yang melibatkan Nokia barangkali benar juga. Nokia meluncurkan ke pasar Nokia Communicator 9000 pada tahun 1996. Saat itu langsung sukses besar. Karena konsumen langsung merespon positif. Nokia memulai sebuah era baru. Era telepon seluler yang pintar. Alias SmartPhone. Nokia Communicator langsung menjadi simbol status. Dan juga mainan baru bagi para sosialita.

Sayangnya setelah itu Nokia gagal menerapkan jurus baru berikutnya. Terutama ketika konsumen dunia mulai malas berbicara di telepon.

Bicara di telepon cenderung bertele-tele. Juga menguras emosi. Maka konsumen mengirim SMS alias texting.

Pada tahun 2003, Blackberry meluncurkan RIM 850 and 857, yang memulai era ngobrol ala “chatting” di telepon seluler. Dan cara komunikasi baru ini ternyata populer di seluruh dunia. Anak muda di Amerika yang berusia 18-29 tahun cenderung hanya berbicara di telepon seluler sebanyak 17 kali sehari dibanding dengan 88 SMS yang dikirimnya tiap hari.

Telepon seluler secara emosional menjadi selimut dan sekaligus kepompong yang melindungi kita. Kita cenderung berlindung didalamnya dan menjadi kurang vokal tetapi lebih visual.

Lalu tahun 2000, telepon seluler pertama dengan kamera di jual di Jepang. Dan tahun 2004, Facebook lahir. Maka muncul-lah gelombang fenomena yang sangat baru.

Begitu baru dan hebatnya boleh dikatakan sebagai sebuah revolusi. Yaitu munculnya budaya “share”. Dimana setiap orang membagi pengalaman-nya, dengan memotret apapun yang dilihatnya, mulai dari makanan, pemandangan, hingga kemacetan lalu lintas. Lalu di-”upload” ke internet dan “social media”.

Revolusi baru yang kedua adalah era baru “selfie”. Semua orang tergila-gila untuk memotret dirinya sendiri. Budaya narsis yang melanda dunia bagaikan banjir bandang. Peristiwa yang terjadi dalam 2 tahun itu, mengubah segalanya.

Dan tahun 2007, akhirnya Apple sebuah perusahaan komputer meluncurkan iPhone. Hanya satu model, namun membuat konsumen tergila-gila. Nokia dalam hitungan 10 tahun pudar sinarnya karena gagal menyerap pembaharuan yang melanda dunia.

Apple sendiri saat ini dihantui oleh kompetitor Samsung yang sudah menguasai pasar lebih dari 40%. Pertempuran belum selesai dan konsumen menunggu yang terbaru.

Kesimpulan pertama, adu baru itu sama dengan sebuah perlombaan. Siapa terdepan dia yang akan menang. Resep utamanya barangkali inovasi. Bukan sembarang inovasi, melainkan sesuatu yang bisa mempengaruhi konsumen. Sesuatu yang revolusioner menggugah konsumen untuk ikut berpartisipasi membeli dan mempromosikan produk anda.

Baru memang menarik. Kalau sudah tidak baru, maka konsumen akan memberikan label bermacam-macam, mulai dari kuno hingga ketinggalan jaman. Kalau sudah demikian, kita bagaikan barang rongsokan yang tidak lagi menarik dan punya pesona. Kita terancam ditinggalkan konsumen.

Tapi apa jadinya kalau produk kita tidak memungkinkan untuk berinovasi. Misalnya, karena produk kita unik dan satu-satunya yang sangat istimewa?

Contoh paling mudah adalah celana jeans Levi’s atau Coca Cola. Maka kata dosen saya, ada jurus kedua yaitu menjadi pilihan klasik atau baru yang selalu abadi!

Itu sebabnya Levi’s dengan produk klasiknya 501 memilih slogan – “The Original”. Alias yang asli. Dan Coca Cola juga punya strategi yang rada mirip, ketika menggunakan slogan – “The Real Thing”.

Strategi sederhana ini diadopsi pedagang soto kaki kambing, yang melabeli mereknya dengan sebutan ”Pak Kumis”. Bakpia di Djogdjakarta juga menggunakan merek yang berupa nomer. Karena kalau bukan nomer dianggap tidak asli.

Pedagang Durian dari kota Medan juga menggunakan merek dan label “Ucok” untuk menunjukkan keaslian-nya. Kalau produk anda dianggap yang asli, maka anda akan memiliki baru yang abadi.

Kalau anda tidak sanggup melakukan dan membuat yang baru sama sekali, maka anda bisa mendaur ulang yang ada, dan membuatnya baru atau melakukan yang ekstrim, dan justru memilih yang lama.

Tidak semua konsumen tergila-gila dengan yang paling baru. Ada juga konsumen yang tertarik dengan yang sangat lama. Konsumen yang mau ber-nostalgia.

Maka sesuatu yang sudah lama sekali, malah bakal menjadi menarik. Apalagi kalau hampir punah. Langka. Dan sudah sangat jarang sekali.

Kesimpulannya, langka adalah sesuatu yang baru juga. Ketika konsumen sudah bosan dengan musik digital, dan CD, maka mereka balik menyukai piringan hitam.

Kini banyak penggemar musik yang balik membeli piringan hitam. Musik dengan piringan hitam yang langka adalah musik baru. Hal yang sama dengan dunia fotografi digital. Ketika semuanya sudah digital, sebagian mahasiswa di Vienna, pada tahun 1992 menemukan kamera LOMO buatan Rusia, dan memulai gerakan baru yaitu foto analog yang disebut Lomography.

Kini Lomography sudah menjadi komunitas dunia. Sesuatu yang lama dan tidak sempurna adalah sesuatu yang baru juga sebenarnya. Terutama ketika kita bosan dengan semuanya yang serba sempurna.

Yang harus kita mengerti bahwa baru adalah sebuah ikatan emosi dengan konsumen. Produknya bisa saja tidak baru dalam pengertian yang sesungguhnya. Tetapi cara kita berkomunikasi, cara kita menyampaikan, dan cara kita menghadirkan persepi, bisa saja memang baru.

Rumusnya: baru yang baru !


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”