Panji Rolandi

Mbelgedhes People

Ada seorang teman yang posting kalimat motivasi di Linkedin. Tak berapa lama, salah seorang rekannya mengomentari “Lu ngapain posting motivasi di Linkedin , kita gak butuh motivasi, kita butuh opportunity”. “Kita butuh kerja bukan kata-kata”.

“wah, garang betul ini orang..” pikir saya..

Tentu saya jadi kepo dong. Mulailah lihat-lihat profil yang bersangkutan. Sekian belas tahun bekerja, pindah-pindah perusahaan. Tapi sayang, jabatannya cuma disitu saja. Tidak ada kenaikan sejak pertama kali kerja! Lihat skill-nya, kosong melompong (mungkin karena tidak di isi). Dan hampir 2 tahun ini tidak bekerja. Sibuk melamar sana-sini. Pakai kalung hijau.

Ini nih tipe orang yang cocok dimasukkan dalam kategori mbelgedhes. Kosong isinya, banyak maunya, minim effort-nya. Jangan dicontoh ya.

Padahal opportunity itu melimpah dimana-mana. Gak kerja jadi karyawan pun bisa menghasilkan uang. Kan ini jaman internet. Wong jualan foto diri pakai NFT saja bisa dapat milyaran.

Mau opportunity yang lain? Nih, jadi affiliate. Bisa Amazon, Clickbank, atau yang lain. Perusahaan saya, eTraining.id juga punya program affiliate. Tinggal bikin akun saja, gak perlu bayar apa-apa untuk jadi affiliate. Malah dapat sign-up bonus Rp 50K. Monggo, terserah mau ikut yang mana.

Lagipula situ sudah punya Linkedin atau akun medsos yang lain. Plus suka komentari postingan orang lain. Kan wes cocok kalau jadi affiliate.

Bikin saja postingan sendiri. Berisi tips atau pengalaman hidupmu, taruh link atau kode kupon affiliate-mu di dalamnya. Sambil nyari info lowongan kerja. Gitu kan enak. Cari kerja, sekaligus personal branding, sekaligus cari cuan.

Tapi ya gitu.. Jangan minta hasilnya instan. Di dunia ini tidak ada yang instan. Bahkan mie instan saja masih perlu direbus. Tul gak?


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Jangan Ikuti Artis Linkedin!

Judul diatas adalah sepenggal kalimat yang saya baca di salah satu komentar yang muncul di feed saya. Kalimat tersebut dituliskan untuk mengomentari postingan seorang koneksi yang minta pendapat soal pekerjaan. Mau gak kerja extra miles tanpa ada tambahan bayaran?

Dari sekian banyak komentar yang ada, satu itu yang keras banget komentarnya. : “Jangan ikuti artis Linkedin! Toh mereka gak biayain hidupmu. Kalau kamu kesulitan, emangnya mereka bantu?”

Duh nyelekit.

Saya paham siapa-siapa yang dimaksud sebagai “artis Linkedin”. Salah satu “artis”-nya adalah Pak William Wijaya yang tempo hari bercerita tentang kerabat beliau di salah satu post-nya. Kurang lebih isinya, kerabat beliau sukses dan menjadi salah satu top management karena mau do extra miles dalam bekerja. Postingannya sangat memotivasi, dan penuh positive vibes.

Nah, sekarang saya kasih sudut pandang soal ini, dari kacamata seorang owner sekaligus direktur, dengan pengalaman lebih dari 12 tahun.

Misal nih, saya mau mengangkat seseorang dari jabatan Manager ke GM. Maka umumnya, di beri dulu sedikit beban kerja GM. Suruh solve problem ini itu, yang biasanya bukan jobdesc-nya si Manager. Atau problem yang scope-nya, harusnya untuk level GM. Kalau dia berhasil, ya di beri lagi problem to solve. Sampai kapan? Sampai kita yakin betul, bahwa yang bersangkutan benar-benar mampu handle beban kerja dan tanggung jawab dari jabatan GM itu.

Kalau yang bersangkutan ternyata gagal dengan salah satu tugas “extra miles” yang diberikan, ya tidak apa. Si Manager tetap jadi Manager. Gak hilang muka juga karena gak bisa handle task yang memang sebenarnya diluar kapasitasnya.

Kalau si Manager secara keseluruhan ternyata terbukti mampu, ya tinggal angkat dia jadi GM (tentu gaji dan fasilitasnya ikut naik juga dong).

Saya yang mengangkat dia jadi GM, akan senang karena dapat seseorang yang proven. Seseorang yang terbukti mampu jadi GM. Yang diangkat jadi GM pun akan senang, karena ternyata “do extra miles” yang dilakukannya berbuah hasil manis.

Jadi prosesnya adalah : di test dulu dengan sebagian beban kerja untuk jabatan diatasnya, kalau lulus baru di naikkan jabatannya. Bukan sebaliknya. Dinaikkan dulu jabatannya, lalu berharap mudah-mudahan yang bersangkutan bisa perform.

Kalau orangnya ndilalah perform, sih enak. Itu beruntung nama-nya (ingat, kita tidak boleh mengandalkan keberuntungan dalam berbisnis).

Lha, kalau orangnya ternyata berperforma letoy seperti kerupuk kena kuah seblak, apa gak rugi ngasih jabatan ke orang seperti itu? Mau diajarin, kok ya bakal rugi waktu. Mau di pecat, sudah kebayang besarnya pesangon. Amsyong dah..

Jadi gitu.. Jangan buru-buru menolak kalau disuruh doing extra miles oleh atasanmu. Bisa jadi dia mencoba “mengukur” mu.

Atau.. Bisa jadi atasanmu memang brengsek. Huahaha..

Soal atasan brengsek yang wajib untuk di-say NO ketika menyuruh extra miles, saya bahas lain waktu. Kalau ada yang minat.

Penulis : Panji Rolandi


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Dicicil, bikin You lebih Happy

Banyak perusahaan yang menggunakan jasa konsultan manajemen untuk meningkatkan produktifitasnya. Umumnya, para konsultan tersebut “bermain” di area proses dan prosedur. Tak ada yang salah dengan hal ini. Kami pun, juga sering diminta klien untuk fokus pada kedua area itu saja.

Hanya saja, ada satu lagi area potensial yang jarang di lirik maupun dikelola sepenuh hati untuk mendongkrak produktifitas. Area potensial tersebut adalah : happiness(kebahagiaan).

Karena profesi kami adalah konsultan manajemen, maka tentu saja kebahagiaan yang dimaksud adalah “kebahagiaan di tempat kerja”. Orang Denmark punya istilah tersendiri mengenai hal ini, yaitu: arbejdsglæde. Namun, bila Anda tetap ingin happy, saya sarankan untuk tidak melafalkan kata tersebut.

Ketika seorang pekerja/karyawan telah arbejdsglæde, maka produktifitasnya meningkat. Dia lebih peduli dengan kualitas, lebih peduli dengan pelanggan, dan lebih rendah tingkat absensi-nya. Bagi orang yang arbejdsglæde, kantor/pabrik ibarat rumah kedua. Mereka tak sabar untuk menanti hari kerja berikutnya.

Terdengar indah bukan? Padahal, yang sering saya temui, banyak yang segera me-nonaktif-kan HP-nya begitu jam pulang berdentang. Bekerja akhirnya lebih mirip sebuah beban dan sekedar kewajiban yang harus ditunaikan karena pekerja sudah terima gaji. Bekerja tak lagi menyenangkan. Gejala ini mengindikasikan adanya “something wrong with the company”.

Jika banyak karyawan arbejdsglæde, maka bisa dipastikan bahwa perusahaan tempatnya bernaung juga meningkat produktifitas-nya. Jika produktifitas meningkat, biasanya di ikuti dengan meningkatnya profit. Profit dalam arti luas lho, tidak melulu soal duit.

Saya yakin, banyak yang sudah tahu mengenai hal ini. Cukup banyak pula direktur/owner yang membuat program-program internal supaya karyawan mereka arbejdsglæde.

Tapi, saya juga yakin, bahwa diantara para direktur/owner yang peduli dengan arbejdsglæde karyawan-nya, tak sedikit pula yang membatin “waktu dan biaya untuk membahagiakan mereka kok tidak sebanding dengan arbejdsglæde yang tercipta?”. Biaya-nya gede, waktu banyak terbuang, tapi hasilnya tak se-gede yang diharapkan. Apa yang keliru?

Nah, untungnya Nelson dan Meyvis di tahun 2008 telah bertanya hal yang sama. Malah mereka juga menemukan, bahwa manusia ternyata tidak hanya beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan. Namun, manusia ternyata juga bisa beradaptasi dengan kesenangan. Mereka menyebutnya dengan Hedonic Adaptation.

Hedonic Adaptation adalah proses adaptasi terhadap kesenangan, di mana kita jadi terbiasa dengan kesenangan itu hingga perasaan nikmatnya berkurang dan terus berkurang. Penelitian mereka dimuat dalam Journal of Marketing Research. Judulnya: Interrupted Consumption: Adaptation and the Disruption of Hedonic Experience.

Metode penelitian ini sebenarnya sederhana saja. Nelson meminta para partisipan untuk dipijat selama tiga menit. Grup pertama dipijat secara non-stop, full tiga menit. Sedangkan grup kedua diberi break selama 20 detik di antara tiga menit itu. Menurut Anda, manakah yang lebih nikmat?

Jika Anda menduga yang non-stop dipijat lebih nikmat, itu salah! Dipijat dengan jeda, membuat pengalaman dipijat terasa lebih menyenangkan. Karena, jeda tersebut mencegah munculnya perasaan “terbiasa” dengan pijatan itu.

Intinya adalah : “Kesenangan bertaraf kecil dalam jumlah banyak, mengalahkan kesenangan bertaraf besar yang berjumlah sedikit.”

Mencicil kesenangan-kesenangan akan membuat lebih bahagia, ketimbang menggelontor-kan secara total kesenangan-kesenangan tersebut dalam satu waktu. Jadi, jika perusahaan Anda sudah mengakomodir arbejdsglæde, pastikan bahwa kesenangan-kesenangan yang tercipta muncul secara berkala.

Namun, jika tempat kerja Anda masih belum mengakomodir arbejdsglæde, (dan bahkan Anda pun termasuk salah satu yang mematikan HP begitu keluar kantor) maka saya yakin, Anda sudah mengerti siapa yang harus di hubungi untuk menyelesaikan persoalan tersebut.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Ngotot Management Style

Tiap pemimpin memiliki gaya manajemen tersendiri, yang umumnya sesuai dengan karakter pribadinya. Gaya manajemen seorang pemimpin, memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perusahaan atau organisasi yang dipimpinnya. Gaya manajemen tersebut, juga sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menciptakan serta mempertahankan budaya organisasi yang produktif.

Tantangan dalam dunia bisnis selalu berubah, dan perubahan ini menuntut orientasi manajemen yang juga berbeda seiring dengan perubahan yang ada. Para owner, CEO, maupun para top eksekutif lainnya, secara umum diwajibkan memiliki kemampuan analisa yang baik dalam memutuskan waktu yang tepat untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Namun, bagi David Sarnoff, hal ini nampaknya sebuah pengecualian.

David Sarnoff merupakan pimpinan RCA ( Radio Corporation America), sebuah perusahaan elektronik paling terkemuka di dunia (pada zamannya). Perusahaan ini berdiri tahun 1919 dan ditutup tahun 1986.

Dengan memanfaatkan kekuatan radio dan televisi, David Sarnoff mampu menjadikan RCA salah satu perusahaan paling tangguh dan kompetitif di dunia. David Sarnoff yang ngotot dan sangat percaya dengan kekuatan teknologi, menjadikan RCA juga memiliki fokus yang sama, yaitu teknologi!

Pada awal-awal hadirnya televisi, teknologi memang memegang peranan paling penting. Namun, seiring dengan semakin umumnya televisi dimana-mana, membuat bergesernya kedigdayaan teknologi televisi ke arah keunggulan konten televisi. Dan sangat disayangkan, meski memiliki NBC, RCA di bawah pimpinan Sarnoff tak mau beradaptasi sesuai perubahan yang ada.

Selain itu, ia juga tak mau mengakui keunggulan teknologi dari pihak lain, terutama dari industri elektronik Jepang. Sehingga, daripada bekerjasama dengan pihak lain, ia terus-menerus mengembangkan dan berinvestasi dalam teknologi. Kengototan Sarnoff inilah yang akhirnya menentukan nasib RCA. Dari sebuah perusahaan (dan merek) paling ternama, hingga kini menjadi suatu entitas yang hampir tidak lagi dikenal.

Untuk bisa sukses dan bertahan dalam jangka panjang, seorang CEO dan top eksekutif lainnya perlu memahami dan mengelola setiap perubahan, sehingga selalu seiring dengan tuntutan konsumen maupun tuntutan teknologi.

Jadi, bagaimana gaya manajemen Anda atau pimpinan Anda? Fleksibel dan tanggap terhadap perubahan, ataukah ngotot seperti halnya David Sarnoff?


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Too Big Till Fail

Pernahkah Anda bertanya, kenapa sebuah perusahaan bisa mendapat predikat “Too Big To Fail” (terlalu besar untuk bisa bangkrut)?

Beberapa tahun terakhir, kita di Indonesia sering sekali mendapatkan “informasi” bahwa sebuah perusahaan tertentu yang sangat besar, penting, dan saling terkoneksi secara global dapat mengakibatkan suatu guncangan ekonomi yang berdampak “sistemik”. Dan sudah tentu, untuk mencegah dampak “sistemik” tersebut, dana maupun campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan ini dari kehancurannya.

Cara yang paling umum digunakan adalah melalui bailout (dana talangan), ataupun merger secara paksa. Masih ingat kasus BLBI pasca krisis 98, bagaimana puluhan perusahaan di bailout, lalu di merger? Atau kasus Century, yang hingga kini masih menimbulkan polemik? Semuanya sama, yaitu menggunakan uang rakyat untuk mencegah dampak “sistemik” dari perusahaan yang berpredikat “Too Big To Fail”.

Kalau dipikir-pikir, kemungkinan di tahun-tahun mendatang (bila ada krisis) akan lebih banyak lagi perusahaan yang “wajib” ditolong pemerintah supaya tidak berdampak sistemik. Bagaimana tidak, hampir seluruh sistem ekonomi kita dirancang serta dijalankan untuk menjadi “besar”. Lihat saja bagaimana para investor, pemegang saham, maupun petinggi-petinggi perusahaan selalu mengharapkan “pertumbuhan positif”, laba yang terus membesar, ataupun istilah lainnya yang memiliki kesamaan arti.

Bukankah sebagian besar perusahaan dewasa ini dinilai dari perbandingan pertumbuhannya di kuartal ini, terhadap kuartal sebelumnya. Lalu dibandingkan lagi dengan kuartal yang sama di tahun sebelumnya? Lihat saja, segala macam bonus, remunerasi, hingga harga saham juga dihitung berdasarkan pertumbuhan perusahaan.

Semua perusahaan dipacu untuk membesar, semakin besar, dan terus bertambah besar. Tapi, kita lupa bahwa semakin besar perusahaan, maka dampak kegagalannya juga ikut membesar.

Lihatlah bagaimana para manager di General Motors berfokus pada pertumbuhan semata. Mereka membeli banyak perusahaan, melebarkan area pemasaran, menambah lini produk baru, dan lain sebagainya. Pendek kata, mereka tumbuh dan terus bertumbuh. Besar dan semakin membesar.

Seiring dengan bertumbuhnya General Motors, kompleksitas manajemen perusahaan ini pun juga ikut “bertumbuh”. Karena sangat besarnya, seringkali para top manajemen di kantor pusat, kehilangan kendali atas tindakan ataupun rencana dari manajer-manajer pemegang kendali di pelosok-pelosok kerajaan bisnisnya. Hasil akhirnya, sudah kita ketahui bersama. Pemerintah AS mengucurkan bailout untuk mereka.

Sudah waktunya kita tak lagi hanya memikirkan serta berfokus pada pertumbuhan semata. Namun, kita harus fokus pada “pertumbuhan yang efektif dan terkendali”. Ibarat sebuah pohon, tanpa pengendalian berupa pemangkasan ranting maupun cabang serta bunga, maka hasil berupa buah takkan optimal. Tanpa pemangkasan, pohon tersebut memang cepat bertumbuh, rimbun! Tapi, buahnya belum tentu besar dan manis!

Kita semua setuju bahwa pertumbuhan adalah suatu keharusan. Namun pertumbuhan yang tidak terkendali tanpa pemangkasan dan perampingan terus-menerus justru merupakan potensi bencana.

Jadi, sekarang apakah perusahaan Anda dalam kondisi benar-benar too big to fail atau malah too big (and complicated) till fail?


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Melawan Lupa!

Satu bulan setelah mengikuti sebuah training, berapa persen dari materi training yang masih anda ingat? Tiga bulan setelah training, berapa persen materi training yang masih Anda ingat? Kami berani bertaruh, bahwa setiap peserta training, seiring waktu berjalan, semakin melupakan materi pelajaran dalam training yang telah diajarkan kepadanya.

Inilah sebabnya, banyak perusahaan training provider yang menyarankan untuk mengikuti kembali sebuah topik training secara berkala. Sebagai refreshment training. Untuk menyegarkan ingatan kita akan materi yang telah kita pelajari.

Sebagai peserta, tentu kita sangat mengapresiasi saran tersebut. Tapi, berapa banyak peserta training yang benar-benar melaksanakan saran tersebut? Hampir tidak ada. Terlebih bila kepesertaanya dibayari oleh perusahaan.

Kenapa bisa begitu?

Pertama, karena para alumni training tak mau repot lagi menyesuaikan jadwal kerjanya dengan jadwal public training. Kedua, alumni tak mau repot minta ijin atasan, hrd, atau person in charge lain yang menangani urusan training (dan belum tentu pula di ijinkan).

Sedangkan yang ketiga (ini yang paling penting), alumni enggan membayar lagi. Biaya mengikuti training sungguh tidaklah murah. Sekarang, biaya public training di Jakarta, dengan durasi 2 hari, telah mencapai harga Rp 3,75 juta / orang.

Problem seperti inilah yang membuat kami menciptakan Integra eTraining. Layanan training online yang pertama di Indonesia.

Setiap member yang mengikuti sebuah pelajaran eTraining, memiliki waktu aktif selama 2 tahun dalam pelajaran tersebut. Sehingga, dalam jangka waktu tersebut, Anda bebas “memutar” kembali pelajaran yang telah dijalani.

Contohnya begini :

Tanggal 10 oktober 2014, Anda membeli eTraining berjudul “Change Management“. Setelah melakukan pembayaran, maka Anda pun mulai mengikuti pelajarannya. Salah satu pembahasan dalam eTraining ini adalah metode dan tahapan untuk mengidentifikasi key player dalam organisasi.

Setiap pelajaran eTraining tersebut memiliki masa aktif 2 tahun. Jadi, bila Anda melakukan pembelian tanggal 10 Oktober 2014, maka pelajaran tersebut akan kadaluarsa (tidak aktif) tanggal 10 oktober 2016.

Singkat cerita, karena Anda sangat rajin, ulet, dan tekun, maka Anda berhasil menyelesaikan seluruh rangkaian pelajaran “Change Management” pada tanggal 12 Oktober 2014.

Ternyata 3 bulan kemudian, Anda mendapat tugas untuk mengidentifikasi para key player dalam organisasi. Untuk melakukan identifikasi ini, diperlukan metode dan tahapan tertentu. Sayangnya, meski sudah dibahas dalam eTraining, Anda lupa detail tiap tahapannya.

Supaya bisa ingat, Anda hanya perlu login lalu “memutar” kembali topik pelajaran yang Anda inginkan. Tidak perlu membayar hanya untuk me-refresh ingatan Anda. Bahkan selama masih berada pada masa aktif, Anda bisa “memutar” kembali topik pelajaran tersebut kapan pun Anda mau.

Dengan eTraining, maka kita tak perlu khawatir lupa akan materi yang telah dipelajari. Karena kita bisa mengaksesnya sewaktu-waktu.

Enaknya lagi, kita tak perlu mengajukan ijin, mengatur jadwal, atau bahkan membayar biaya tertentu, hanya untuk mempertahankan sebuah pengetahuan dalam ingatan kita.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Masih Pesimis?

Awal 2014 kami mengadakan survey kecil-kecilan di Linkedin, sebuah situs jejaring sosial yang diperuntukkan bagi para profesional. Inti dari survey tersebut sangat sederhana, kami ingin tahu pendapat para member di Linkedin mengenai masa depan metode pembelajaran secara online di Indonesia dalam 5 tahun mendatang. Apakah akan menjadi massive? Ataukah hanya jalan di tempat, tanpa prospek yang cerah?

Sekitar 42% dari para responden tersebut mengatakan bahwa pembelajaran secara online, tak akan memiliki prospek cerah. Banyak alasan yang diungkapkan, mulai dari koneksi internet yang lambat, hingga mentalitas bangsa kita yang belum siap untuk melakukan pembelajaran secara mandiri.

Menariknya, 83% dari 42% responden tersebut, berada pada rentang usia 50 tahun keatas.

Sedangkan mereka yang optimis terhadap pembelajaran secara online (sebanyak 58%), didominasi oleh responden dengan rentang usia 20-30 tahun (49%) dan 30-40 tahun (26%).

Cukup mengenai survey, kami yakin Anda bisa menyimpulkan sendiri hasil survey tersebut. Sekarang kita lihat situasi saat ini (1 Oktober 2014) mengenai pembelajaran secara online.

Belum setahun sejak survey tersebut kami lakukan, telah ada setidaknya 4 penyedia layanan pembelajaran secara online yang beroperasi di Indonesia (sebenarnya ada 5, bila kami juga dihitung). Ke empat provider tersebut beroperasi pada ceruk pasar yang berbeda-beda.

Ada kelaskita.com, yang membuat pembelajaran online dari siapa saja, oleh siapa saja, dengan topik apa saja. Mulai dari belajar supaya bisa lulus ujian SIM A, hingga belajar bahasa Inggris.

Kemudian, ada utakatikotak.com yang menyediakan sarana berbagi pengetahuan antar membernya, dengan metode tanya jawab.

Lalu, ada juga wikasa.com, sebuah situs pembelajaran online yang berpusat di singapura. Direncanakan untuk menjadi sarana pembelajaran bagi para mahasiswa. Harapannya, nanti para mahasiswa yang menjadi member, bisa mengakses kursus dari berbagai universitas terkemuka di dunia, seperti Yale, MIT, Tufts, Oxford, atau UC Berkeley.

Yang terakhir, ada quipperschool.com sebuah situs pembelajaran online dari Inggris. Baru beberapa bulan mereka beroperasi di Indonesia. Format platformnya bisa dibilang cukup menyerupai www.etraining.space yang kami miliki. Bedanya, mereka menyasar guru dan siswa SMA. Sedangkan kami, berfokus melayani para pekerja dan profesional. Telah puluhan sekolah dan ribuan siswa SMA di Indonesia yang menggunakan layanan mereka tiap harinya. Mungkin, anak Anda juga termasuk salah satu diantaranya.

Jadi, secara garis besar, sudah ada quipperschool.com (Inggris) yang melayani tingkat SMA, ada wikasa.com (Singapore) yang melayani tingkat mahasiswa, dan kami Integra eTraining (Indonesia) yang melayani pekerja dan profesional.

Sekarang, kita lihat kembali ke hasil survey. Menurut Anda, apakah hasil survey tersebut tetap valid? Kami yakin tidak.

Kami yakin, bila 42% responden yang pesimis tersebut mengetahui informasi diatas, mengetahui bagaimana terbukanya adaptasi masyarakat kita terhadap pembelajaran secara online, mengetahui bagaimana cepatnya perubahan platform dalam pembelajaran online, maka mereka pasti akan mengubah opininya.

Sekarang, bagaimana opini Anda? Masih pesimis? Kami harap tidak, karena mereka yang tidak mampu merangkul perubahan, pasti akan tergilas oleh perubahan.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Visual Management

Visual Management adalah manajemen untuk membuat segala sesuatu di tempat kerja kita menjadi jelas. Dengan Visual management, kita hanya perlu berjalan ke area kerja dan hanya dengan melihat sekilas, akan diketahui apakah semuanya sudah bekerja sebagaimana mestinya ataukah tidak.

Dengan visual management pula, tidak ada kebutuhan untuk bertanya secara detail mengenai catatan maupun grafik yang (seringkali tampak rumit dan banyak), atau berbicara dengan supervisor ataupun manajer (yang biasanya saling tunjuk hidung ketika ditanya pertanyaan sederhana).

Visual Management membuat kita mampu mengetahui kesehatan bisnis kita dalam sekejap.

Teknik lean manufacturing berdasarkan Toyota management System berlandaskan (dan sangat membutuhkan) Visual Management untuk mencegah adanya waste (pemborosan). Seluruh tingkatan manajemen dan semua yang terlibat dalam proses produksi tidak perlu membuang waktu mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi.

Jika informasi mengenai keadaan produksi, pencapaian jadwal, kualitas, maintenance, standar kerja, dll tidak terlihat dengan mudah dan jelas, maka yakinlah bahwa Lean process di perusahaan Anda masih belum tercapai. Dalam arti lain, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan Lean process tersebut. Serta masih banyak waste yang terjadi di tempat kerja Anda.

Banyak tools lean manufacturing yang membutuhkan implementasi Visual Management. Untuk mudahnya, sebut saja 5S dan TPM yang berdasarkan paradigma “membuat tempat kerja disekitar kita sangat visual”.

Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun sering kita jumpai penerapan Visual Management. Rambu-rambu lalu lintas adalah contoh yang paling sederhana. Namun dalam artikel kali ini, kami akan membahas Visual management pada organisasi bisnis, khususnya industri manufaktur.

Contoh Visual Management

Dibawah ini beberapa contoh dari Visual Management yang harus terlihat dalam setiap aspek bisnis yang telah menerapkan Lean Management.

Contoh-contoh dibawah ini juga dapat dipergunakan sebagai panduan sederhana atau bisa juga diadopsi dalam lembar audit sederhana untuk mengontrol serta memantau kesehatan organisasi berdasarkan prinsip-prinsip Lean management.

  • Visual Management untuk Aliran Produksi

Yang paling mudah terlihat dalam arus produksi adalah Floor Markings (penandaan pada lantai) yang jelas untuk menunjukkan lokasi produk dan secara spesifik membagi lokasi secara jelas untuk semua komponen dalam tiap work cell.

Dengan cara ini, maka akan mudah terlihat bila ada persediaan, work-in-process (WIP), dsb yang mengalami kelebihan produksi ataupun terjadinya breakdown, hingga adanya bottle neck. Demikian juga bila ada WIP yang terletak di tempat yang tidak semestinya atau diletakkan di tempat tanpa Floor Markings. Hal tersebut sudah menunjukkan adanya pemborosan (waste) berupa ruang kosong yang tidak termanfaatkan.

Selain itu, kartu Kanban juga harus jelas dan mudah dipahami seperti halnya floor markings diatas. Jadwal produksi dan pencapaiannya juga harus ditampilkan dalam area kerja. Sehingga dengan mudah diketahui apa yang harus dikerjakan, dan sampai tahap apa pengerjaannya. Umumnya digunakan papan penjadwalan sederhana yang mudah dimengerti.

Hindari menggunakan cetakan komputer yang terlalu rumit.

  • Visual Management untuk Continuous Improvement dan Problem Solving

Visual Management juga bisa dipergunakan untuk memantau Kaizen / Continuous Improvement yang sedang dilakukan.

Umumnya dipergunakan grafik untuk menunjukkan pencapaian kualitas, defect, reject, maupun re-work level untuk setiap work cell. Grafik tersebut harus ditampilkan dengan jelas dan selalu diperbarui (up to date).

Lembar problem solving berukuran A3 juga harus ada pada area kerja atau ruangan team. Bisa juga menggunakan bentuk lain, semisal whiteboard, flipchart, dsb yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa ada action/tindakan yang diambil terkait persoalan yang dihadapi, jadi worksheet tersebut bukan hanya untuk merekam data dan grafik. Kami sarankan untuk setidaknya ada flip chart (worksheet) yang tersedia di setiap area team untuk merekam persoalan yang muncul dan sekaligus sebagai pencatat saran untuk improvement.

Tak kalah pentingya adalah adanya Standar Visual yang harus tersedia di tempat kerja. Standar tersebut haruslah jelas dan selalu up to date.

  • Visual management untuk Komunikasi antar level jabatan

Daily Management Boards harus terus terupdate, ini adalah papan yang biasanya menunjukkan hasil produksi (output), kinerja kualitas dan data lainnya yang dicatat oleh pemimpin work cell (Mandor, Foreman, Supervisor, dsb yang selevel) diperbarui tiap jam (tergantung pada jenis industrinya).

Dengan cara seperti ini, maka akan diketahui secara persis apa yang terjadi di tiap work cell. Dalam papan tersebut juga ditampilkan langkah-langkah pekerjaan dan grafik untuk kualitas, OEE, performance, dll secara up to date dalam tiap wilayah kerja team.

Jangan lupa untuk selalu mencantumkan tindakan yang diambil untuk memenuhi target maupun untuk mengatasi persoalan pada papan tersebut.

Kebijakan dan tujuan perusahaan juga ditampilkan sehingga akan mudah dipahami oleh orang-orang dalam perusahaan. Hal ini akan sangat membantu karyawan untuk mengetahui bahwa apa yang mereka kerjakan telah sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Briefing perusahaan juga harus ditampilkan dan di update sehingga akan dipahami oleh setiap orang. Selain briefing perusahaan, catatan kehadiran saat pertemuan briefing juga ikut ditampilkan. Hal ini tentu saja untuk menjamin bahwa semua yang hadir pada briefing tersebut telah mengetahui secara detail tugas dan rencana yang akan dilaksanakan.

  • Visual Management untuk Personel (karyawan)

Training Boards digunakan untuk menunjukkan siapa saja yang telah mengikuti training dan training dalam disiplin ilmu apa yang sesuai untuk area kerjanya. Lean Manufacturing pada umumnya memerlukan training lintas personil, sehingga diharapkan ada fleksibilitas dalam penggunaan staff. Dengan kata lain, supervisor maintenance tidak hanya boleh mengikuti training terkait maintenance, namun juga bisa mengikuti training tentang PPIC misalnya.

Cara paling mudah dan sederhana untuk menyusun Training Boards, adalah menggunakan ILUO Chart (disebut juga Training Matrix atau Training Charts). Penggunaan ILUO Charts mampu dengan cepat menunjukkan tingkat keahlian dari semua karyawan. Selain merinci keahlian semua orang, Training Boards ini juga merinci tanggung jawab mereka di area tertentu.

Team Boards juga perlu untuk diletakkan di area kerja masing-masing team. Team Boards ini sama dengan Training Boards, hanya saja isinya lebih spesifik pada personel team tertentu di area kerja tertentu. Dengan adanya team boards ini, Ketua Team akan lebih mudah memantau serta mereferensikan anggota teamnya untuk mengikuti training yang dibutuhkan.

Selain itu, perlu digunakan juga kode warna pada kaos / topi / jaket untuk membedakan jenis pekerja di tiap area kerja. Sehingga Anda tahu siapa yang sedang berada di area apa, dan apa pekerjaan mereka. Kami sarankan menggunakan kaos daripada topi, karena topi seringkali dilepas oleh karyawan saat bekerja. Kami sarankan memakai warna yang berbeda, serta mencolok, dan berukuran besar. Hindari menggunakan badge seperti kapten tim sepak bola, karena terlalu kecil ukurannya sehingga sulit dilihat dari kejauhan.

Sedangkan Story Boards digunakan untuk menunjukkan setiap progress yang dilakukan oleh tim kaizen atau 5S untuk menyoroti setiap persoalan yang muncul dan persoalan yang sedang ditangani pada tiap area. Sesuai namanya, story boards akan menceritakan detail setiap proses yang sedang dilakukan di suatu area tertentu. Apakah persoalan tersebut sudah diselesaikan, belum tuntas, atau malah semakin bertambah parah. Semuanya terangkum dalam story boards.

Jangan lupa untuk memberikan perhargaan (medali, sertifikat, piagam, dsb) untuk merayakan setiap keberhasilan tim maupun individu di area kerja tertentu. Pampang keberhasilan mereka sehingga bisa dilihat dan diketahui semua orang. Buat siapapun yang mendapatkan penghargaan tersebut benar-benar bangga. Transparansi penilaian juga harus ikut diperhatikan, dan pastikan juga informasi mengenai hal tersebut selalu terupdate secara regular. Contoh pemberian penghargaan adalah “karyawan teladan bulan ini”, “sales dengan revenue terbanyak”, “team operator paling produktif”, dsb.

  • Visual Management untuk Maintenance

Tentu kita semua tahu, bahwa wajib (harus) ada catatan pemeliharaan (maintenance records) untuk setiap mesin atau proses. Maintenance Records tersebut juga sebaiknya berisi instruksi yang jelas untuk melakukan pemeliharaan yang merinci secara detail mengenai apa, kapan, siapa, dan bagaimana.

Perlu digunakan juga tag / label berwarna merah (sebenarnya untuk warna terserah saja, namun kebanyakan menggunakan merah yang identik dengan bahaya). Tag ini digunakan untuk menyoroti persoalan mesin yang membutuhkan perhatian lebih dari pihak maintenance. Tag berwarna merah ini harus digantung atau ditempelkan atau disegelkan pada mesin maupun papan tag yang disediakan khusus di area kerja team.

Kebanyakan manufaktur hanya menggantungkan tag pada mesin saja, namun tidak memberikan papan khusus untuk menginformasikan adanya tag pada mesin tersebut pada rekan/anggota team lainnya. Tag ini, selain sangat berguna bagi team maintenance, juga dapat digunakan oleh team safety.

Selanjutnya, bila memungkinkan dapat digunakan pelindung mesin yang transparan. Hal ini untuk memantau secara visual kinerja mesin. Dengan cara ini maka kita akan tahu, apakah mesin berjalan dengan lancar ataukah tidak.

Jangan lupa juga untuk membuat papan khusus berisi OEE Charts plus faktor-faktor kontributornya, Fishbone Diagram untuk menunjukkan penyebab potensial, serta Action Charts untuk menunjukkan tindakan apa yang diambil. Khusus untuk action charts, letakkan bersebelahan dengan grafik Changeover Time dan instruksi untuk melakukan changeover secara detail.

Hal ini penting sehingga team maintenance maupun team produksi dapat sama-sama mengetahui waktu yang terbuang untuk pemeliharaan maupun changeover.

Team maintenance dan team produksi dapat juga menggunakan lampu Andon untuk menunjukkan adanya kerusakan atau berhentinya suatu line. Sebagai informasi, Toyota juga menggunakan musik (lagu) yang khusus digunakan untuk setiap mesin.

  • Visual Management untuk Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction)

Banyak yang beranggapan bahwa customer satisfaction (kepuasan konsumen/pelanggan) hanya untuk dipergunakan oleh Departemen Marketing maupun Public Relations. Padahal informasi customer satisfaction juga sangatlah penting bagi mereka yang berjibaku di lantai produksi untuk membuat produk terbaik. Bukankah sangat menyenangkan dan membanggakan bagi pembuat produk, bila produk yang dibuatnya diakui dan dihargai oleh penggunanya?

Oleh karena itu, haruslah ditampilkan juga ukuran dari customer satisfaction secara keseluruhan. Harus secara detail menampilkan kepuasan pelanggan pada tiap bidang, serta juga harus dapat dipahami oleh semua orang/karyawan. Customer satisfaction ini mencakup ukuran mengenai kualitas, ketepatan pengiriman, maupun biaya (bila dimungkinkan) dsb.

  • Lampu dan Papan Andon

Prinsip Jidoka (berhentinya lini produksi jika sesuatu yang luar biasa terjadi) dilaksanakan oleh Toyota dan perusahaan lain yang menggunakan prinsip Lean Manufacturing. Jidoka ini menggunakan Andon boards atau lampu Andon.

Lampu Andon ini sangat mudah terlihat dan digunakan untuk memberitahu semua orang tentang status dari mesin atau suatu proses. Lampu Andon dapat menjadi lampu individu yang dipasang pada setiap mesin atau dapat juga diletakkan pada central boards untuk menunjukkan kesehatan suatu area kerja.

Contoh dari Andon misalnya: Karena raw material tidak sesuai standard, maka mesin berhenti secara otomatis, atau lampu yang berkelip-kelip seperti sirene mobil ambulans (yang bisa juga disertai lagu tertentu, bosen kan kalau tiap hari mendengar sirine melulu. Hehehe.. ). Dengan adanya Andon ini, maka pengawas atau karyawan terkait akan segera datang untuk mengatasi setiap persoalan yang terjadi.

Jadi dengan adanya Andon, sesungguhnya tidak diperlukan pengisian formulir untuk meminta dilakukan perbaikan oleh departemen maintenance di ruangan sebelah. Dengan menggunakan Andon, maka tiap personel akan segera bergegas menuju setiap tempat yang memerlukannya, dan mengadakan perbaikan. Sehingga proses produksi dapat berjalan lancar sesegera mungkin.

Penutup

Merupakan hal yang sangat buruk untuk menerapkan visual management, jika karyawan tidak mampu berdisiplin dan datang ketika diperlukan. Sesering mungkin para engineer, supervisor dan bahkan manajemen haruslah ada di lokasi kerja. Bilamana perlu dapat dibuat layout dimana mereka (supervisor, engineer, dan manajemen) harus berjalan melalui area produksi untuk menuju ruangan kerjanya.

Hal ini penting, sehingga mereka dapat mengetahui setiap hal yang terjadi di lantai produksi. Banyak perusahaan yang memiliki budaya me-rolling lokasi meeting pada area kerja yang berbeda. Hal ini akan membuat manajemen dari berbagai departemen untuk berjalan dan mengetahui kondisi serta situasi di tiap area kerja yang dilaluinya.

Pertemuan semacam ini sangat penting untuk dilakukan tiap hari (atau tiap shift) secara berkesinambungan. Pertemuan ini merupakan cara yang baik untuk memastikan manajemen dan para karyawan berfokus serta peduli pada lingkungan kerjanya.

Bagi Anda yang ingin lebih memahami Visual Management, kami telah menyiapkan eTraining dengan judul “Visual Management based 5S“. Silahkan registrasi sebagai member, supaya bisa mengakses info lebih lanjut.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Menularkan Optimisme

Dalam berbagai literatur, atau bahkan dalam kelas-kelas motivasi, sangat sering diperdengarkan mengenai kekuatan pikiran. Terutama pikiran positif. Contohnya begini : Bila kita mendapatkan suatu tugas yang sangat sulit, kemudian kita berpikir bahwa kita bisa menyelesaikan tugas tersebut, maka akan jauh lebih besar kemungkinan kita untuk berhasil menyelesaikan tugas, daripada mereka yang berpikir bahwa mustahil untuk menyelesaikan tugas.

Orang yang berpikir positif, seringkali memposisikan sebuah tugas yang sulit menjadi sebuah tantangan.

Secara pribadi, saya juga menganut paradigma ini. Saya percaya, bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa terpecahkan bila kita mau bekerja keras dan menggunakan mindset (pola pikir) yang positif. Pola pikir ini, seringkali dimanifestasikan dalam bentuk yel-yel seperti : Saya pasti bisa, yes I can, dan lain sebagainya.

Jika dipikir-pikir, pola pikir seperti ini sebenarnya membangkitkan rasa optimisme kita. Orang yang optimis, jauh lebih berhasil daripada orang yang pesimis. Sampai detik ini, tidak ada satu orang pun yang berpandangan sebaliknya.

Sebagai manusia, kita selalu membutuhkan alasan untuk bisa percaya atau yakin terhadap sesuatu. Bahkan kita juga butuh alasan untuk bisa yakin dengan pikiran kita sendiri. Oleh karenanya, tidak jarang pikiran kita menambahkan sebuah alasan penguat dibelakang yel-yel optimisme. Sehingga, pikiran kita kemudian mengatakan seperti ini “OK, saya pasti bisa. Apa sulitnya melakukan itu?”

Kata-kata seperti “Apa sulitnya melakukan itu?” bukanlah sebuah bentuk peremehan. Kata ini lebih kepada penegasan kepada diri sendiri. Sebuah penegasan, bahwa diri kita lebih besar, lebih kuat, lebih hebat dari masalah atau tugas yang sedang kita hadapi. Namun, apakah hal ini juga berlaku dalam konteks kerja secara berkelompok (teamwork)?

Ketika kita memimpin sebuah tim, kita harus menularkan rasa optimisme kita kepada seluruh anggota tim. Cara yang paling sering kita lakukan adalah dengan mengatakan kalimat optimisme kita kepada para anggota tim. Hal ini biasanya kita lakukan di akhir meeting, menutup meeting dengan “..kita pasti bisa melakukan tugas ini. Apa sulitnya melakukan ini?”. Kita berharap bahwa anggota tim akan ikut optimis dengan kata-kata optimisme yang kita miliki.

Namun, tanpa disadari, alasan penguat optimisme seseorang belum tentu sama dengan alasan penguat optimisme bagi orang lain. Pada contoh ini, alasan penguat seperti “apa sulitnya melakukan ini?” bisa dianggap meremehkan hasil kerja anggota tim. Meski anggota tim tersebut sadar, bahwa kita bermaksud baik dengan mengatakan hal tersebut.

Oleh karena itu, simpanlah kalimat optimisme kita, hanya untuk diri kita sendiri. Tak perlu dibagikan dengan orang lain.

Bila memang harus menularkan optimisme, gunakan alasan penguat optimisme yang mampu merangkul seluruh anggota tim dalam satu kesatuan yang sama. Misalnya “..kita pasti bisa. Bukankah kita perusahaan terbesar di Indonesia?” atau bisa juga dengan kata-kata “..tim ini berisi orang-orang pilihan, kita pasti bisa menyelesaikan tugas ini.”


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Syndrome “Bahasa Dewa”

Kisah ini terjadi saat saya masih berstatus mahasiswa. Waktu itu ada semacam “kuliah tamu” yang dilaksanakan di gedung rektorat ITS Surabaya lantai 2. Formatnya seminar-dialog dengan 2 narasumber yang berlatar belakang dunia hukum.

Agak aneh memang, kuliah tamu di kampus yang identik dengan teknologi menghadirkan ahli hukum sebagai narasumber. Tapi biarlah, lha wong tujuan pertama saya ikut kuliah umum, karena di utus sebagai perwakilan organisasi mahasiswa.

Sedangkan tujuan utama-nya adalah, karena setelah acara berakhir, peserta mendapatkan makan prasmanan. Sebagai salah satu mahasiswa berkantong cekak, ini adalah kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan.

Terus terang, saya lupa nama kedua narasumber tersebut. Namun saya masih ingat bahwa salah seorang diantaranya merupakan mantan anggota dewan yang telah menjabat selama 2 periode.

Sedangkan satunya lagi adalah calon ketua MA. Setidaknya isu-nya begitu, mengingat kedekatannya dengan “pemilik” parpol berlogo “moncong putih”. (Sekarang beliau jadi menteri di kabinet kerja Jokowi)

Acara tersebut di moderatori oleh Prof Daniel M. Rosyid. Salah satu pakar kelautan dan perkapalan terkemuka di Indonesia. Singkat cerita, dimulailah kuliah tamu tersebut dengan presentasi pertama oleh calon ketua MA.

Dari sekitar 30 menit waktu yang diberikan, sang calon ketua MA hanya menghabiskan setengahnya. Penjelasannya runtut, singkat, padat, dan jelas. Tak ada istilah hukum aneh-aneh yang terlontar dari mulutnya.

Peserta kuliah umum, yang kebanyakan adalah dosen dengan gelar berderet maupun aktivis mahasiswa (yang kuliahnya tidak kunjung lulus), nampak manggut-manggut. Pertanda mengerti isi presentasi.

Prof Daniel sebagai moderator pun memberikan kesempatan pada pembicara kedua, si mantan anggota dewan, untuk memulai presentasinya. Tak disangka, pembicara tersebut mengeluarkan berlembar-lembar naskah presentasi dari balik jas-nya. Ini pertanda buruk! Kalau presentasinya lama, makan siang saya bakal tertunda.

Namun yang terjadi justru lebih buruk lagi. Presentasinya banyak menggunakan istilah hukum yang tak umum. Ada juga kutipan dalam bahasa inggris dan belanda. Yang lebih parah, tata bahasanya itu lho. Rumit bin njelimet. Mirip teks terjemahan hasil Google Translate!

Nampaknya pembicara satu ini ingin menunjukkan keahlian dan kepakarannya. Atau mungkin juga ingin memberitahu kami, bahwa ilmu yang dimilikinya itu sangat sulit dipelajari. Atau jangan-jangan, dia memang tidak mampu menjelaskan secara sederhana?

Saya menyebut hal ini sebagai syndrome “bahasa dewa”. Dimana gejala utamanya berupa penyampaian informasi secara rumit dan bertele-tele untuk menunjukkan kepintaran atau menyembunyikan ketidak-mengertian.

Prof Daniel, sebagai moderator, tetap mendengarkan presentasi tersebut dengan seksama. Namun, saya lihat dahinya semakin lama semakin berkerut. Hingga akhirnya beliau pun tidak tahan, lalu nyelutuk “Pak, saya sama sekali tidak paham apa yang Anda bicarakan”.

Kejadian seperti ini bukan yang terakhir saya alami. Juga tidak hanya sekali-duakali. Sering sekali saya mendapatkan presentasi atau penjelasan yang menggunakan “bahasa dewa” seperti ini.

Menariknya, mayoritas pengguna “bahasa dewa” yang saya temui, bukan berasal dari golongan berpendidikan rendah. Mereka yang memiliki titel berderet justru lebih sering terpergok menggunakannya. Entah mengapa..?

Padahal, Albert Einstein, yang konon disebut sebagai manusia paling pintar se-jagad pernah berkata: “If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough” (jika Anda tidak mampu menjelaskannya secara sederhana, maka Anda masih belum memahaminya).


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”