Swiss, perayaan tahun baru 1999. Saat itu, Tony Stark masih belum menjelma menjadi Iron Man. Ketika beranjak pulang dari perayaan, bertemulah dia dengan Aldrich Killian, seorang pendiri lembaga riset bernama AIM. Spontan, Aldrich menawari Tony untuk ikut bergabung dalam tim risetnya.
Namun, apa mau dikata, Tony sama sekali tak tertarik dengan tawaran Aldrich. Alih-alih menolaknya secara gentle. Tony justru menyuruh Aldrich menunggu di atas gedung untuk membahas penawaran tersebut.
“Tunggu aku di atas gedung, 5 menit lagi aku kesana menemuimu.” ucap Tony. Aldrich menurut, dan menunggu di atas gedung. 1 jam, 2 jam, hingga pergantian tahun terlewati, namun batang hidung Tony tak nampak juga. Aldrich kecewa.
Kekecewaan yang mungkin pernah (atau malah sering) dirasakan juga oleh rekan-rekan yang berprofesi sebagai Sales. Jenis kekecewaan yang mungkin pernah juga Anda rasakan. Kekecewaan yang seringkali dianggap “sepele” serta sering kita temui di cerita hidup sehari-hari.
Namun, bertahun-tahun kemudian, justru hal “sepele” itulah sumber malapetaka bagi Tony Stark. Bahkan dalam film ini, dikisahkan pula berbagai surat kabar memuat headline: IRON MAN DIED!
IRON MAN MATI! Mati karena bertempur melawan musuhnya! Bertempur melawan The Mandarin! Teroris kelas wahid yang mengancam kedamaian dunia.
Sama halnya dengan kisah Tony Stark alias Iron Man. Petaka yang terjadi di berbagai perusahaan, seringkali justu disebabkan oleh hal-hal sepele (atau dianggap sepele).
Di Jepang, pernah dilakukan penarikan produk secara massal, karena ditemukan bungkus sisa makanan di dalam kemasan produk perusahaan tersebut. Karuan saja, hal ini membuat Direktur Utama mencak-mencak. Para eksekutif senior lah yang pertama kali kena damprat. Dan sudah pasti, dampratan selanjutnya ditujukan pada level dibawahnya. Belum lagi, dibutuhkan biaya yang tak sedikit untuk mengatasi petaka tersebut.
Setelah ditelusuri, ternyata ujung pangkalnya disebabkan oleh obrolan bagian HRD yang tak sengaja terdengar oleh OB. Sebuah kalimat pendek yang diteruskan sambung-menyambung hingga menjadi isu intern kalangan operator packaging.
“Yang bagian packaging gak kita perpanjang.” Itulah sepenggal kalimat yang terdengar oleh si OB. Kalimat yang membuat salah seorang operator berani menyelipkan bungkus sisa makanan dalam kemasan produk perusahaan. Kalimat yang menjadi awal sebuah petaka.
Disadari atau tidak, Lean Manufacturing juga telah mengakomodir “ancaman-ancaman petaka” dari hal-hal sepele. Sebagai contoh, sebut saja 5S atau 5R.
Kurang “sepele” apa coba kegiatan 5S itu? Saking “sepele”-nya, hingga tak heran bila masih ada yang beranggapan bahwa 5S tak ubahnya kegiatan bersih-bersih atau kerja bakti yang di titahkan oleh Big Boss.
Padahal, 5S itulah pondasi dari berbagai improvement selanjutnya. Saking pentingnya 5S ini, bahkan JARVIS (robot asisten Tony Stark) pun menerapkan 5S di bengkel kerja Tony Stark.
Lihat saja betapa rapi dan tertatanya bengkel tersebut, sehingga mempermudah kerja Tony Stark mengotak-atik dan meng-improve baju zirahnya. Maka wajarlah bila kemudian Tony Stark mampu menciptakan berbagai macam versi zirah Iron Man. Tak lain dan tak bukan, karena 5S yang telah berjalan stabil.
Bayangkan bila JARVIS tidak menerapkan 5S. Bengkel berantakan, tools berserakan, dan oli berceceran.
Bisa-bisa dalam film ini, zirah-zirah Iron Man tak bisa diselesaikan karena Tony tak menemukan obeng dan kunci inggris. Atau bisa jadi, Tony terpeleset saat bekerja, lalu kepalanya terantuk meja. Esoknya, ditengah kepanikan atas aksi teror The Mandarin, surat kabar di seluruh dunia memuat headline:
IRON MAN MATI, TERPELESET OLI!
Inikah Akhir Dunia?
=)
By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.
DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI
Perbesar Peluang Karir dan Kerja
“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”