Menularkan Optimisme

Dalam berbagai literatur, atau bahkan dalam kelas-kelas motivasi, sangat sering diperdengarkan mengenai kekuatan pikiran. Terutama pikiran positif. Contohnya begini : Bila kita mendapatkan suatu tugas yang sangat sulit, kemudian kita berpikir bahwa kita bisa menyelesaikan tugas tersebut, maka akan jauh lebih besar kemungkinan kita untuk berhasil menyelesaikan tugas, daripada mereka yang berpikir bahwa mustahil untuk menyelesaikan tugas.

Orang yang berpikir positif, seringkali memposisikan sebuah tugas yang sulit menjadi sebuah tantangan.

Secara pribadi, saya juga menganut paradigma ini. Saya percaya, bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa terpecahkan bila kita mau bekerja keras dan menggunakan mindset (pola pikir) yang positif. Pola pikir ini, seringkali dimanifestasikan dalam bentuk yel-yel seperti : Saya pasti bisa, yes I can, dan lain sebagainya.

Jika dipikir-pikir, pola pikir seperti ini sebenarnya membangkitkan rasa optimisme kita. Orang yang optimis, jauh lebih berhasil daripada orang yang pesimis. Sampai detik ini, tidak ada satu orang pun yang berpandangan sebaliknya.

Sebagai manusia, kita selalu membutuhkan alasan untuk bisa percaya atau yakin terhadap sesuatu. Bahkan kita juga butuh alasan untuk bisa yakin dengan pikiran kita sendiri. Oleh karenanya, tidak jarang pikiran kita menambahkan sebuah alasan penguat dibelakang yel-yel optimisme. Sehingga, pikiran kita kemudian mengatakan seperti ini “OK, saya pasti bisa. Apa sulitnya melakukan itu?”

Kata-kata seperti “Apa sulitnya melakukan itu?” bukanlah sebuah bentuk peremehan. Kata ini lebih kepada penegasan kepada diri sendiri. Sebuah penegasan, bahwa diri kita lebih besar, lebih kuat, lebih hebat dari masalah atau tugas yang sedang kita hadapi. Namun, apakah hal ini juga berlaku dalam konteks kerja secara berkelompok (teamwork)?

Ketika kita memimpin sebuah tim, kita harus menularkan rasa optimisme kita kepada seluruh anggota tim. Cara yang paling sering kita lakukan adalah dengan mengatakan kalimat optimisme kita kepada para anggota tim. Hal ini biasanya kita lakukan di akhir meeting, menutup meeting dengan “..kita pasti bisa melakukan tugas ini. Apa sulitnya melakukan ini?”. Kita berharap bahwa anggota tim akan ikut optimis dengan kata-kata optimisme yang kita miliki.

Namun, tanpa disadari, alasan penguat optimisme seseorang belum tentu sama dengan alasan penguat optimisme bagi orang lain. Pada contoh ini, alasan penguat seperti “apa sulitnya melakukan ini?” bisa dianggap meremehkan hasil kerja anggota tim. Meski anggota tim tersebut sadar, bahwa kita bermaksud baik dengan mengatakan hal tersebut.

Oleh karena itu, simpanlah kalimat optimisme kita, hanya untuk diri kita sendiri. Tak perlu dibagikan dengan orang lain.

Bila memang harus menularkan optimisme, gunakan alasan penguat optimisme yang mampu merangkul seluruh anggota tim dalam satu kesatuan yang sama. Misalnya “..kita pasti bisa. Bukankah kita perusahaan terbesar di Indonesia?” atau bisa juga dengan kata-kata “..tim ini berisi orang-orang pilihan, kita pasti bisa menyelesaikan tugas ini.”


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”