Satu Jalan Menuju Kaya, Banyak Jalan Menuju Sukses

Ibu saya berkali-kali menasihati saya, kata beliau hanya ada satu resep kaya raya. “Hidup hemat !” Bekas bos saya, almarhum Bapak M.S. Kurnia, juga mengatakan hal yang sama.

Ibaratnya kita punya dua saku. Saku kanan adalah tempat uang masuk. Saku kiri adalah tempat uang keluar. Selama uang keluar jauh lebih sedikit dengan uang masuk. Kita bakal aman. Ada uang lebih – maka ada kesempatan menabung. Hanya dengan cara ini kita bisa kaya raya. Tidak ada jalan lain. Tidak ada resep lain. Cuma satu ini.

Bill Gates, orang terkaya di dunia, pernah membela kebiasaan-nya naik pesawat di kelas ekonomi. Kata beliau, apakah kita duduk di kelas bisnis atau kelas ekonomi, semua penumpang tiba pada saat yang bersamaan. Jadi buat apa menghamburkan uang duduk di kelas bisnis. Begitu kilah Bill Gates.

Seorang konglomerat Indonesia, senang sekali memakai baju batik. Ketika saya tanya kenapa, ia berbisik bahwa baju batik itu warna-warni, sehingga tidak mudah kotor. Dan menurut mantu sang konglomerat, mertuanya bisa memakai baju batik itu berkali-kali, sampai ia merasa kotor, dan baru mencucinya. Ia sangat berhemat di ongkos cuci.

Beda lagi dengan konglomerat yang satu ini, ia senang punya kantor yang berdesak-desakan dengan anak dan mantu. Kalau ditanya mengapa, ia selalu menjawab biar akrab. Alasan utamanya, menghemat ongkos.

Seorang pengusaha di Surabaya, punya strategi lain, ia menugaskan supirnya untuk selalu menghafal promosi gencar kartu kredit. Ia selalu makan bersama klien hanya di restoran yang memberikan diskon terbesar.

Jadi kalau anda bertemu orang kaya raya, dan mereka punya kebiasaan aneh, jangan menuduh mereka pelit. Tapi itu rahasia kaya raya yang sesungguhnya. Hidup hemat dengan berbagai kebiasaan dan disiplin.

Kebalikannya, banyak teman-teman saya, yang punya komentar, ” ….. kenapa yah orang-orang yang mendapatkan uang secara mudah selalu tidak bertahan?”. Uangnya cepat habis. Sehingga ada istilah uang panas. Yang cepat menguap dan hilang begitu saja.

Saya kebetulan pernah menemani belanja bersama seorang pejabat di Hongkong. Dan dalam hanya 2 jam, sang pejabat menghabiskan uang hampir 500 juta rupiah. Saya sampai garuk-garuk kepala. Sang ajudan berbisik kepada saya, “Habis duitnya datang dengan gampang sih !”. Saya cuma meringis.

Secara psikologis, kata teman saya yang kebetulan adalah pemerhati gaya hidup, kebanyakan orang yang mencari uang dengan mudah, maka mereka juga cenderung untuk menghabiskan uangnya dengan mudah dan boros. Kebalikannya orang yang sangat susah mencari uang, yang tahu berkeringat bercampur darah, maka polanya untuk menggunakan uang cenderung hati-hati dan juga sangat hemat. Ini perbedaan yang sebenarnya.

Maka persepsi yang salah banyak juga beredar. Misalnya ada juga sih, teman-teman saya yang punya strategi beda. Kalau mau kaya? Cari uang sebanyak-banyaknya. Sehingga bisa boros seenaknya. Demikian moto hidup mereka.

Fokus mereka ada pada mencari uang. Dan bukan berhemat menyimpan uang. Strategi ini jelas berbahaya. Sekali saja sumber uang mereka kering. Mereka akan kelabakan tanpa tabungan.

Sukses tidak sama dengan Kaya

Yang sering bikin kabur adalah persepsi bahwa sukses dan kaya raya itu satu paket. Kata Mpu Peniti – mentor saya – “Sukses itu artinya sangat mahir dalam satu bidang sehingga dapat dikatakan dia-lah jagoan-nya”.

Betapa banyak atlet olah raga kita yang dulunya sangat berprestasi namun ternyata tidak begitu baik kondisi ekonominya. Demikian juga sejumlah artis dan penyanyi yang sangat terkenal dan sukses, tetapi kondisi ekonominya tidak sesukses karirnya. Tak terhitung juga pelukis dan seniman yang sangat sukses dalam karirnya, tetapi kehidupan ekonominya tidak secermerlang karirnya.

Sukses dan kaya raya, ternyata dua hal yang sangat berbeda. Konsep ini yang semestinya kita dalami. Bahwa anda bisa saja sukses dalam satu bidang – namun bilamana anda tidak kaya raya, jangan anda berkecil hati. Karena memang keduanya butuh cara dan strategi yang sangat berbeda.

Sukses Dulu, atau Kaya Dulu?

Jadi dalam hidup ini – mana yang anda pilih? Atau mana yang anda harus lakukan terlebih dahulu? Sukses dulu baru kaya raya? Atau kaya raya dulu baru anda sukses?

Sejujurnya, buat saya pribadi, pertanyaan ini tidak pernah hinggap di kepala saya. Pertanyaan ini baru muncul setelah dalam satu kuliah saya, dosen saya bertanya dengan serius dan filosofis, “Apa gunanya kaya raya? Dan kenapa kita harus kaya raya? Apa kaya raya adalah tujuan hidup semua orang?”.

Mendengar pertanyaan seperti itu, kami para mahasiswa yang berada di usia idealis, menjawabnya secara idealis pula. Ada yang menjawab secara filosofis, bahwa dengan kaya raya, ia bisa menolong orang banyak. Berbuat amal. Khas jawaban seorang “Philanthropist”. Yang lain menjawab secara politis, bahwa itu adalah cita-cita semua orang. Plus sejumlah jawaban yang berbeda-beda. Tapi tidak ada satu jawaban-pun yang sesuai dengan keinginan dosen saya.

Terus terang kami semua terkejut, ketika sang dosen menjawab pendek : “Praktis !”. Dosen saya memberikan argumen, bahwa kekayaan yang berlimpah membuat kita praktis bisa berbuat banyak hal.

Bisa menolong orang. Bisa liburan kemana-mana. Dan bisa membeli banyak hal. Namun, apakah kekayaan berlimpah membuat kita berbahagia?

Itu 100% bergantung pada orangnya. Tapi jawaban itulah yang mengubah hidup saya. Saya sampai pada sebuah persimpangan pemikiran. Bahwa situasi yang paling ideal, adalah kita harus, dan wajib sukses menjadi seseorang. Entah itu pengusaha. Artis. Sastrawan. Penulis. Apapun! Dan kesuksesan itu harus bisa kita komersialkan, sehingga memberikan kita nafkah yang baik. Itu idealnya.

Lalu dimana batas sukses itu. Jawabannya tidak terbatas. Tergantung pada ketekunan dan kerja keras kita.

Filosofi Makan

Peristiwa ini memberikan saya sebuah kearifan khusus untuk menghadapi kehidupan ini. Mpu Peniti – mentor saya – menasehati saya dengan sebuah perumpamaan.

Kata beliau, hidup ini tidak beda dengan makan. Tuhan memberikan pelajaran yang sangat sakral dalam hal bagaimana kita makan.

Pertama kata Mpu Peniti, kita jangan malu terhadap rasa lapar kita. Kita juga harus belajar mengerti rasa lapar kita. Artinya, dalam hidup ini, kita sudah diberikan naluri yang secara alami membentuk cita-cita dan ambisi kita.

Orang yang tidak mengerti rasa laparnya, akan makan sebisanya dan sepuasnya. Orang yang tidak mengerti cita-cita dan ambisinya, hanya akan maju terus tanpa rencana, dan berprestasi apa adanya.

Kedua, orang yang bijak pasti akan merencanakan apa yang dimakan pagi. Apa yang dimakan siang. Dan apa yang dimakan malam. Ia juga tidak akan seadanya memuaskan rasa laparnya, tetapi makan dengan makanan yang penuh nutrisi dan bergizi. Sehingga apa yang ia makan tidak hanya memuaskan rasa lapar, tetapi memberi manfaat yang maksimal bagi tubuhnya.

Orang yang bijak dan paham dengan rencana hidupnya, juga akan demikian. Karir yang ditempuhnya, bukan asal karir, tetapi jalan menuju cita-citanya. Bila tidak, maka karirnya akan menguras sekian tahun dari hidupnya dengan percuma.

Ketiga, orang yang bijak tidak akan makan sepuas-puasnya sampai melewati kenyang. Ia tidak akan serakah. Dan menjadi pemuas nafsu lapar semata. Tapi ia akan makan secukupnya. Karena tahu bahwa masih ada makan siang, makan malam dan makan pagi esok hari.

Orang yang bijak akan mengerti untuk menabung rasa laparnya untuk yang berikutnya. Ia akan hemat dengan rasa kenyang. Menyisakannya untuk berikutnya. Ia akan disiplin menabung. Hal yang sama dengan sukses dan rejeki. Perlu ditabung untuk yang berikutnya.

Bilamana ketiga hal tersebut dijalankan dengan seksama, maka “makan”, menjadi sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan. Lapar adalah berkah. Kenyang menjadi kemenangan yang bisa kita kenang setiap saat.

Orang yang tidak tahu artinya makan, seringkali malas makan atau makan seadanya. Sehingga makan menjadi masalah yang merembet pada penyakit. Orang yang mengerti makan, tidak akan diperbudak oleh nafsu.

Makan boleh jadi bukan semata untuk hidup. Tetapi hidup bisa juga untuk makan. Orang yang mengerti makan, akan berdoa sebelum dan sesudah makan, bersyukur atas rejeki yang dihidangkan.

Memuaskan rasa lapar hanya ada satu cara yaitu makan. Kaya raya juga hanya ada satu cara yaitu hidup hemat. Tetapi apa yang akan anda makan tergantung dengan selera dan nafsu makan. Sukses anda juga tergantung pada ambisi dan cita-cita anda. Sukses punya banyak jalan. Ini yang harus kita nikmati dalam kehidupan ini. Sukses punya banyak jalan dan kemungkinan.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”