Pernahkah Anda bertanya, kenapa sebuah perusahaan bisa mendapat predikat “Too Big To Fail” (terlalu besar untuk bisa bangkrut)?
Beberapa tahun terakhir, kita di Indonesia sering sekali mendapatkan “informasi” bahwa sebuah perusahaan tertentu yang sangat besar, penting, dan saling terkoneksi secara global dapat mengakibatkan suatu guncangan ekonomi yang berdampak “sistemik”. Dan sudah tentu, untuk mencegah dampak “sistemik” tersebut, dana maupun campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan ini dari kehancurannya.
Cara yang paling umum digunakan adalah melalui bailout (dana talangan), ataupun merger secara paksa. Masih ingat kasus BLBI pasca krisis 98, bagaimana puluhan perusahaan di bailout, lalu di merger? Atau kasus Century, yang hingga kini masih menimbulkan polemik? Semuanya sama, yaitu menggunakan uang rakyat untuk mencegah dampak “sistemik” dari perusahaan yang berpredikat “Too Big To Fail”.
Kalau dipikir-pikir, kemungkinan di tahun-tahun mendatang (bila ada krisis) akan lebih banyak lagi perusahaan yang “wajib” ditolong pemerintah supaya tidak berdampak sistemik. Bagaimana tidak, hampir seluruh sistem ekonomi kita dirancang serta dijalankan untuk menjadi “besar”. Lihat saja bagaimana para investor, pemegang saham, maupun petinggi-petinggi perusahaan selalu mengharapkan “pertumbuhan positif”, laba yang terus membesar, ataupun istilah lainnya yang memiliki kesamaan arti.
Bukankah sebagian besar perusahaan dewasa ini dinilai dari perbandingan pertumbuhannya di kuartal ini, terhadap kuartal sebelumnya. Lalu dibandingkan lagi dengan kuartal yang sama di tahun sebelumnya? Lihat saja, segala macam bonus, remunerasi, hingga harga saham juga dihitung berdasarkan pertumbuhan perusahaan.
Semua perusahaan dipacu untuk membesar, semakin besar, dan terus bertambah besar. Tapi, kita lupa bahwa semakin besar perusahaan, maka dampak kegagalannya juga ikut membesar.
Lihatlah bagaimana para manager di General Motors berfokus pada pertumbuhan semata. Mereka membeli banyak perusahaan, melebarkan area pemasaran, menambah lini produk baru, dan lain sebagainya. Pendek kata, mereka tumbuh dan terus bertumbuh. Besar dan semakin membesar.
Seiring dengan bertumbuhnya General Motors, kompleksitas manajemen perusahaan ini pun juga ikut “bertumbuh”. Karena sangat besarnya, seringkali para top manajemen di kantor pusat, kehilangan kendali atas tindakan ataupun rencana dari manajer-manajer pemegang kendali di pelosok-pelosok kerajaan bisnisnya. Hasil akhirnya, sudah kita ketahui bersama. Pemerintah AS mengucurkan bailout untuk mereka.
Sudah waktunya kita tak lagi hanya memikirkan serta berfokus pada pertumbuhan semata. Namun, kita harus fokus pada “pertumbuhan yang efektif dan terkendali”. Ibarat sebuah pohon, tanpa pengendalian berupa pemangkasan ranting maupun cabang serta bunga, maka hasil berupa buah takkan optimal. Tanpa pemangkasan, pohon tersebut memang cepat bertumbuh, rimbun! Tapi, buahnya belum tentu besar dan manis!
Kita semua setuju bahwa pertumbuhan adalah suatu keharusan. Namun pertumbuhan yang tidak terkendali tanpa pemangkasan dan perampingan terus-menerus justru merupakan potensi bencana.
Jadi, sekarang apakah perusahaan Anda dalam kondisi benar-benar too big to fail atau malah too big (and complicated) till fail?
By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.
DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI
Perbesar Peluang Karir dan Kerja
“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”