Leadership

5 Langkah Marah Kepada Bawahan

Pernah di suatu hari di tempat kerja saya yang lama, saya mengalami kejadian yang sangat memalukan bagi saya.

Saya adalah orang HR, dan saya banyak berurusan dengan orang Finance. Hubungan saya dengan si Ibu Manager Finance ini bisa terbilang sangat baik. Mungkin karena saya berhasil memperbaiki proses kerja yang agak kacau sebelumnya, dan saya juga membangun hubungan informal yang cukup baik.

Hingga suatu ketika, saat itu saya baru saja kedatangan staff baru. Dan saya bermaksud memperkenalkan staff baru saya ini kepada Ibu Manager Finance untuk mempermudah koordinasi kedepannya.

Namun tak disangka, mood Ibu Manager Finance itu sedang tidak baik, saya pun lupa persisnya apa masalah saat itu, tapi di depan staff saya Ibu ini memarahi saya.

Dari sekian banyak pengalaman pahit dalam karir saya, mungkin hal itu adalah salah satu pengalaman yang paling memalukan bagi saya.

Hubungan kami agak merenggang. Saya cukup lama tidak mau mampir ke ruangan Ibu itu, padahal kadang saya mampir tanpa ada alasan apapun. Memang membangun hubungan informal saja.

Tapi akhirnya kami mulai berkomunikasi lagi. Bahkan, ketika saya resign, Ibu itu termasuk dari salah satu rekan kerja saya yang paling bersedih.


Saya tau bahwa kejadian atasan memarahi bawahan adalah hal yang biasa. Tidak terkecuali, atasan memarahi bawahan di depan umum. Pernah ada seorang teman yang dimaki-maki oleh atasannya sehingga terdengar 1 lantai gedung.

Wahai Bapak/Ibu Leaders, memarahi anak buah di depan umum adalah hal yang tidak efektif. Tujuan leaders marah adalah untuk membangun kesadaran anggota tim, serta agar tidak terulang lagi di masa depan.

Marah itu boleh. Bahkan harus. Namun cara marahnya yang perlu kita pahami mana yang efektif dan tidak efektif.

Memarahi anak buah di depan umum bukannya membuat anak buah sadar akan kesalahannya, tapi justru beresiko membangun rasa sakit hati bahkan dendam. Anak buah bukannya sadar, malah ingin resign.

Tips memarahi anak buah yang efektif:

1. Bicara 4 mata di ruangan tertutup di waktu khusus

2. Sampaikan hal spesifik yang membuat Anda kecewa, jangan melebar kemana-mana. Jangan menyerang pribadi.

Misal:
“Kamu kok bodoh, malas, ga becus, dll”.

Melainkan,
“Kamu tidak menjalankan SOP dengan benar.”
“Pekerjaan kamu tidak sesuai dengan arahan saya kemarin”,
“Mengapa kamu tidak tepat waktu?”

3. Jelaskan apa dampak dari kesalahan spesifik yang dia buat

Misalnya:
“Kalau kamu melanggar SOP, kamu membahayakan diri sendiri dan rekan kerja kamu”
“Kalau kamu datang terlambat, kamu tidak menghargai rekan kerja kamu yang datang tepat waktu, belum lagi target pencapaian kita terhambat”

4. Tanyakan kepada anak buah, bagaimana pendapat dia atas apa yang sudah kita sampaikan. Berikan ia kesempatan untuk menjelaskan dari sudut pandang dia.

5. Setelah mendengar sudut pandangnya, jangan bedebat melainkan langsung fokus pada rencana perbaikan kedepan. Dan monitor anak buah agar terus berprogress.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Rono Jatmiko > https://www.linkedin.com/in/rono-jatmiko-b5a6a329/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Stop Jadi Pembawa Toxic

Seorang teman baru saja bercerita: Sehabis meeting dengan seorang direktur baru, 3 orang teamnya langsung mengajukan resign tanpa tendeng aling aling.
Temanpun sempat kepikiran juga untuk quit, karena sudah tidak tahan.

Apa yang dilakukan sang direktur baru sampai sedemikian menjengkelkan? Sampai-sampai, di tengah badai pandemi seperti sekarang ini, kok ada yang lebih rela menjadi pengangguran daripada bekerja dengan beliau?

Ini analisa sederhana saya dari situasi di atas:

Setiap berpindah perusahaan, seorang Leader dihadapkan pada 2 pilihan.

Rock the boat or Tame the storm?
Bak seorang nahkoda baru, ia mau menjadi pengguncang kapal, atau jadi penjinak badai?

Yang pertama akan dengan cepat meraih perhatian para petinggi.
Bahwa kita leader yang tidak peduli popularitas, keras terhadap bawahan dan membawa ‘suasana’ baru.
Petinggi suka dengan leader type ini.
Maka leader type ini pun makin menjadi penjilat.
Type Rock the Boat biasanya cepat akrab dengan bos-bos dan kariernya moncer, tapi teamnya tertindas.

Type penjinak badai tidak banyak disukai Leader karbitan, karena prosesnya lama, populer di bawah tapi kurang ‘bersinar’ ke atas.
Banyak bergaul dengan team, memahami situasi, tidak judgemental, lebih banyak mendengarkan di awal.
Tidak asal “Pokoknya…”

Sehingga terkesan lamban, cari populer dan ‘lembek’ kepada bawahan.
Tapi type seperti ini, secara jangka panjang, membawa hasil baik kepada perusahaan.
Suasana bekerja pun jauh dari toxic.

Seringkali type Rock the Boat melakukan itu untuk menutupi kelemahan atau kurangnya kapabilitas, sehingga kerap ambil keputusan tanpa berdiskusi, dan tidak mau (atau tepatnya, takut) di-challenge.

Saya sudah banyak melihat tipe-tipe Leader Rock the Boat ini dan damage/toxic yang bisa ditimbulkan.
Dan saya simply memilih menjadi sebaliknya.

Gimana, ada pengalaman apa sama leader pembawa toxic gini?

Penulis : Andijaya Chandra > https://www.linkedin.com/in/andijaya-chandra-se-cpf-cpim-0575b223


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Jangan Diambil Hati

Sering banget kan lagi mumet curhat pekerjaan lalu dikasih nasehat begitu.

Saya pun sering ngasih nasehat begitu.
Eh, suatu saat ditanya balik, “Gimana mau nggak diambil hati, kalo sudah toxic begini, nggak sehat dst…”

Saya terdiam sejenak.

“Pak AJ emang gak pernah masukin ke hati kalo udah digituin?“

Saya lalu merefleksi 20+ tahun pengalaman saya bekerja.
Rasanya sudah bertahun-tahun belakangan ini saya gak pernah masukin hati kalau soal pekerjaan.

Itu kenapa saya selalu stay calm (and stay young)

Gimana sih caranya?

SIMPLE, hanya 2 hal:

  1. Anggap bekerja itu seperti sedang bermain game
  2. Beri jarak antara dirimu dan pekerjaanmu.

Tambah bingung? Jangan. Simple kok.
Saya jelasin:

  1. Anggap seperti bermain game

Main game, level kesulitannya makin tinggi makin seru kan? Kalau gagal lewat suatu level, game over, gak apa-apa kan? Game-nya mati, kamu tetap hidup, untuk mengulang kembali.
Makin sering mengulang, kamu jadi makin mahir.

Nah, itulah pekerjaan. You have to have fun doing it. Gak usah bersusah hati kalau masih butuh pekerjaan itu. Enjoy it!

Kalau sampai kamu nggak sanggup lagi bermain game yang sama, kamu bisa mencoba mencari game lainnya, yang sesuai level kemahiran kamu.

  1. Jaga Jarak dengan pekerjaan

Apa berarti tidak berikan 100%? Tidak!
Tetap berikan 100% pencapaian terbaik buat perusahaan, buat pekerjaan.

Hanya saja, perlu ada jarak secukupnya antara kamu dan pekerjaan, jangan sampai tenggelam di dalamnya.

Jangan sampai pekerjaan nempel terus di pikiranmu, sampai tak ada tempat buat orang-orang terdekatmu.

Ayah, ibu, anak, keluarga, itu adalah obatmu dari stress pekerjaan.
Jangan malah abaikan mereka demi pekerjaan.
Dan jangan pernah lupa bahwa merekalah alasan kamu bekerja!

So, lain kali ada permasalahan yang pelik dan berat, ada kolega atau atasan toxic, kamu sudah mulai nggak sanggup dan mulai dimasukin ke hati…
Ingat saja 2 pesan sederhana ini.

Penulis : Andijaya Chandra > https://www.linkedin.com/in/andijaya-chandra-se-cpf-cpim-0575b223


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Pesan Buat yang IPK Pas-pasan

Yang saya ingat tentang rumah masa kecil saya adalah ini: deretan pajangan piagam penghargaan dan trophy juara satu ini dan itu. Punya siapa?

Bukan saya.

Satu-satunya piagam penghargaan yang saya terima semasa sekolah adalah juara menggambar, kelas 2 SD dan tidak dipajang.

Juara kelas? Tidak pernah, paling tinggi pernah ranking 3, itupun di SMP non favorite yang sekarang sekolahnya pun sudah tutup.

Saya, kalau interview kandidat cumlaude, magna cumlaude, apalagi summa cumlaude, suka sanksi, bisa kerja nggak nih pas diterima nanti?
Bisa kerja dalam artian bisa nge-blend nggak dengan dunia kerja?

Sering denger kan ada teman selalu juara kelas, tapi pas kerja biasa-biasa saja?
Lalu ada yang semasa sekolah/kuliah biasa-biasa saja, tapi justru karier-nya moncer?

Tahu kenapa?

Dunia kerja tidak memerlukan orang terpandai dalam segala hal.
Jadi jangan berkecil hati kalau akademik kamu biasa-biasa saja. (tapi ngga boleh bangga juga kalau jelek).

Jadi, nggak perlu jadi yang terpandai, tapi berusahalah menjadi 2 hal ini:
Pengurai dan Jembatan.

Apa yang saya maksud?

Dunia kerja jauh lebih kompleks daripada textbook ujian sekolah/kuliah.
Saking besar dan kompleks, nggak akan bisa diselesaikan, kalau tidak diurai dulu.

Jadi, satu kepandaian yang sangat dibutuhkan di dunia kerja adalah pengurai kompleksitas masalah. Masalah diurai menjadi bagian-bagian yang lebih mudah dicerna dan diselesaikan.

Diurai menjadi unit/level yang lebih kecil, sehingga setara dengan unit/level pengemban masalah tersebut. Sehingga 1 masalah, setelah diurai, dapat dikerjakan beberapa unit dan kemudian disinergikan kembali.

Nah, disinilah fungsi jembatan tadi.
Urai ke beberapa unit, kemudian jembatani kembali sehingga solve 1 masalah besar itu.

Kenapa tidak perlu jadi yang terpandai?

Orang terpandai (apalagi yang merasa diri terpandai) kerap mengganggu sinergi / harmonisasi ini.
Orang terpandai terbiasa dengan 1 masalah 1 jawaban, seperti ketika di akademik.

Padahal, dunia kerja tidak pernah sesimpel itu.

Maka, asahlah kepandaian sebagai pengurai (analytical thinking), yang kalau di Continuous Improvement ada istilah “cut the elephant“.
Lalu asahlah kemampuan menjadi jembatan (collaboration).

Niscsya, kamu jadi bibit Pemimpin masa depan yang berbobot.
Hanya dengan 2 hal ini. Simple kan?

Penulis : Andijaya Chandra > https://www.linkedin.com/in/andijaya-chandra-se-cpf-cpim-0575b223

Note: Kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


5 Kebiasaan Para Pemimpin Hebat

1 Mereka bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan Emotional Intelligence (EI)

Mari sejenak lupakan nilai IPK atau IQ seseorang – Yang jauh lebih penting untuk dimiliki oleh seorang pemimpin dibanding sebuah nilai IPK atau sekedar IQ adalah emotional intelligence (EI) yang bisa diartikan sebagai kemampuan mengolah perasaan sendiri and mengerti perasaan orang lain.

2 Mereka tak malu mengakui kesalahan

Salah satu sifat pemimpin hebat adalah mereka yang berlapang dada mengakui kesalahan, lalu mampu mengambil pelajaran serta dapat menganalisa penyebab mengapa kesalahan tsb bisa terjadi. Pada akhirnya semua itu dilakukan dengan tujuan agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi di masa depan.

3 Berkomunikasi secara efektif

Para karyawan biasanya mengandalkan pemimpin untuk bisa mengerti tanggung jawab serta tugas apa yang mesti dijalankan. Jika seorang pemimpin tak dapat berkomunikasi secara efektif, tentu performance karyawan akan ikut terpengaruh gara-gara tak menerima arahan yang jelas. Semua hal itu jika dibiarkan terus-menerus tentu dapat berdampak buruk bagi perusahaan.

4 Mereka mempunyai “jurus” tersendiri saat berada dalam keadaan under pressure

Tidak semua yang direncanakan berjalan dengan lancar, pasti akan ada saatnya terjadi yang namanya kesalahan baik itu bersifat minor atau major. Seorang pemimpin yang hebat tentu sudah memiliki “jurus” tersendiri jika harus dihadapkan pada situasi tersebut. “Jurus” masing-masing pemimpin pasti tak akan sama, namun hasil yang dihasilkan tetap sama: ketenangan mereka dalam menghadapi masalah akhirnya dapat membantu penyelesaian masalah.

5 Mereka banyak berencana (dengan matang)

Pemimpin hebat pasti sudah paham terkait pentingnya perencanaan dan tak akan mempertaruhkan karir mereka dengan mengabaikan perencanaan yang baik. Tentu bukan cuma membuat rencana tanpa eksekusi, justru para pemimpin hebat pasti akan merencanakan segala sesuatu secara matang sebelum akhirnya mengeksekusi rencana tersebut. Dengan perencanaan yang matang, tentu risiko kesalahan selama eksekusi berjalan dapat diminimalisir sekecil mungkin.

Ada lagi yang mau menambahkan?

Penulis : Rafli Amanda > https://www.linkedin.com/in/rafliamanda/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Cara Menjadi Individu Super

Saya dari dulu selalu penasaran bagaimana “resep rahasia” seorang individu bisa punya prestasi dan performance yang “outstanding”. Awalnya saya mengira mereka bisa “outstanding” karena memang memiliki skill dan kompetensi yang mumpuni dalam menjalankan pekerjaan-nya. Namun lambat laun, saya akhirnya menemukan perbedaan paling “fundamental”, berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya selama bekerja.

Individu yang “ordinary” cenderung punya anggapan bahwa hubungan Perusahaan dan Individu hanya bersifat “transaksional” lewat pekerjaan yang diberikan. Sehingga mereka jatuh ke dalam mode “Survival”. Pokoknya KPI tercapai, pokoknya kerja sesuai SOP, pokoknya hari ini saya bisa kerja dengan tenang, pokoknya saya tiap bulan kerja dapat kompensasi dan bonus tahunan, pokoknya arahan atasan saya jalankan. Sehingga berimplikasi pada “produktivitas” yang biasa- biasa saja dan “workstyle” yang apa adanya.

Berbeda dengan individu yang “superior” dan “outstanding”. Justru mereka beranggapan bahwa “Job/pekerjaan” selain merupakan tools mencapai goal Perusahaan, dapat digunakan juga untuk mencapai “goal/purpose” individu itu sendiri.

Mereka paham bahwa saat mereka melakukan pekerjaanya dengan lebih baik (efektif dan efisien), menambah skill-nya, memberikan effort lebih saat bekerja, maka secara tidak langsung, goals perusahaan dan pribadi dapat mereka “gapai” secara bersamaan. Sehingga dapat tercipta “produktivitas” dan “workstyle” yang optimal. Dengan begitu goals pribadi dan goals perusahaan dapat saling bersinergi dan “allign” satu dengan yang lainnya.

Jadi akhir kata , temukan cara untuk meng”align-kan” goals pribadi dan goals perusahaan lewat pekerjaan serta tanggung jawab yang diberikan kepada kita. Dengan begitu kita akan bisa menjadi individu yang “Superior” dan “Outstanding” dalam Organisasi lewat produktivitas dan cara kerja kita yang optimal.

Penulis : Hans Harjono > https://www.linkedin.com/in/hans-harjono-665a85141/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Prestasi Kerja

Dalam konteks pekerjaan, menurut saya begini:
Pada prinsipnya pekerja dibayar setiap bulan (jika dibayarkan bulanan) adalah kompensasi atas pekerjaan yang sudah diperjanjikan menurut kesepakatan.
Artinya pekerja memang harus menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik tanpa cela. Saya ulang, tanpa cela.

Atas itulah pekerja tersebut dibayar.

Ketika misalnya dalam kesepakatan target pekerjaannya adalah menghasilkan 10, namun pekerja tersebut kemudian mampu menghasilkan 15, ini prestasi.
Ketika diberikan anggaran operasional 10, namun mampu mengelolanya sehingga hanya menggunakan 8, ini prestasi.
Ketika keluhan pelanggan ada 10 kemudian mampu ditekan menjadi 0, ini prestasi.

Terkait dengan hal ini, sependek pengamatan saya, banyak perusahaan suka salah kaprah dalam membuat kebijakan.

Contohnya, pekerja datang tepat waktu dapat insentif ‘kerajinan’, dan di akhir tahun mendapatkan penghargaan “Karyawan Rajin”, dianggap sebagai prestasi. Padahal itu sudah kewajiban pekerja untuk menjalankan kesepakatan jam kerja.

Pekerja hadir di kantor, dapat tunjangan kehadiran. Lha? Bukannya memang harus hadir ya?

Pekerja datang terlambat, dipotong (tidak seberapa) gajinya, dengan harapan agar disiplin. Padahal tetap saja ada yang terlambat dengan beragam alasan (sampai sekarang).

Contoh kebijakan di atas justru akan menambah pekerjaan administrasi yang berpotensi error dan tidak jarang berujung konflik tidak penting.

Ada juga pekerja yang mampu mengefisiensikan penggunaan anggaran operasional, jangankan mendapatkan ucapan terima kasih, yang ada malah dianggap tidak mampu menghitung budgeting dengan cermat (doh!).

Masih banyak contoh kebijakan absurd lainnya yang saya perhatikan.

Semoga menjawab ya.
Sehat selalu.

Penulis : Sylvanus Hardiyanto > https://www.linkedin.com/in/sylvanus-hardiyanto/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


“Sandwich” Employee

Saya ingin berbagi pengalaman sebagai “Sandwich Employee.” Tentu Anda sudah pernah mendengar tentang “Generasi Sandwich.” Nah saya ingin berbagi terkait peran saya sebagai “Sandwich Employee” atau “Karyawan Sandwich.”

Saya mulai merantau dengan pekerjaan yang mapan pertama ketika pertama kali bergabung dengan sebuah perusahaan semiconductor di Batam di tahun 1994-an. Waktu itu saya diberi kepercayaan sebagai Customer Service Engineer meskipun tidak ada background teknik.

Ceritanya tugas & tanggung jawab utama saya adalah menjadi wakil dari customer saya dalam memantau proses produksi barang mereka yang dipercayakan kepada perusahaan tempat saya bekerja itu. Waktu itu kalau tidak salah saya punya customer base is US East Coast & beberapa di Asia.

Setiap hari saya harus memastikan proses produksi chipset mereka sesuai jadwal produksi yang dikeluarkan oleh departemen produksi. Kalau ada kendala yang menyebabkan keterlambatan saya harus menjelaskan why. Untuk mengerti why itu saya harus berjibaku dengan para Expat di production line. Sering juga masalah tidak di produksi tetapi di department QA yang juga dikepalai oleh Expat waktu itu.

Di satu sisi saya tidak bisa bilang ke customer bahwa kita ada quality issue sehingga barang ditahan oleh Dept. Quality jadi ada keterlambatan. Bisa runyam kalau customer tahu. Di sisi lain terjadi konflik kepentingan antara departemen produksi & departemen QA.

Sementara saya harus membuat laporan ke customer saya apa yang terjadi. Maka mengarang indahlah yang kulakukan – istilahnya berbohong untuk kebaikan bersama namun at the end customer tetap akan mendapatkan produk akhirnya dengan standar mutu terbaik. Tentu saya tidak bisa begitu saja mengarang indah, harus ada data. Nah data inilah yang kadang sulit didapatkan – harus melewati para macan penguasa :).

Bayangkan betapa stresnya posisi saya seperti itu hampir setiap hari harus mengemis minta data produksi & merayu orang QA agar produk customer saya di release segera. Sementara para Expat itu menganggap mereka lebih superior jadi saya nggak dianggap.

Pernah terlintas untuk mengempeskan ban mobil mereka – saking jengkelnya 🙂 untung tidak kulakukan waktu itu.

Namun saya belajar banyak hal dari pengalaman tersebut. Moral of the story is: Jangan memendam dendam kepada siapa-pun seberapapun jengkelnya kita, terlebih dalam konteks professional karena masing-masing punya tugas & tanggung jawab. Serta tentunya punya style tersendiri dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

Itulah bagian dari company culture, you fight or flight.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Ramli Halim > https://www.linkedin.com/in/ramlihalim/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


6 Contoh Bertanya untuk Interview Kerja

Saat interview kerja, saya sering sekali menemukan kandidat yang pasif saat diminta untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya, karena grogi, kurang percaya diri, takut, atau kurang persiapan.

Sebetulnya, saat diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, ini adalah kesempatan yang baik untuk kandidat mencoba lebih mengenal perusahaan tersebut.

Perlu dipahami, bahwa interview kerja bukan hanya soal bagaimana perusahaan menilai kandidat. Tapi kandidat juga berhak melakukan penilaian terhadap perusahaan. Apakah posisi yang dilamar ini tepat, apakah kultur kerja di perusahaan tersebut cocok, apakah visi misi perusahaan selaras dengan kita.

Ini beberapa contoh pertanyaan yang bisa Anda tanyakan saat interview kerja:

  1. Bagaimana sistem evaluasi pegawai yang diterapkan di perusahaan ini?
  2. Jika diterima, kepada siapa nantinya saya akan melaporkan hasil kerja saya?
  3. Berapa banyak anggota tim di divisi yang saya lamar?
  4. Program pengembangan karyawan seperti apa, yang diterapkan di perusahaan ini?
  5. Sejauh mana perusahaan mendukung perkembangan diri pegawainya?
  6. Seperti apa jenjang karir untuk posisi yang saya lamar ini?

Dan masih banyak pertanyaan lain yang bisa Anda tanyakan. Kunci utamanya: apa yang Anda cari & Anda harapkan dari perusahaan tersebut?
Maksimalkan proses interview kerja untuk Anda menggali informasi terkait apa yang Anda harapkan dari perusahaan.

Semoga tips ini membantu.

Penulis : Nur Halimah > https://www.linkedin.com/in/nur-halimah-maukerjaid/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”


Dapat Tawaran Gaji 5jt di Jakarta

Dapat tawaran gaji 5jt di Jakarta, apa yang harus dilakukan?

Ketika mendapatkan offering pekerjaan, umumnya kita langsung tertuju pada nominal salary yang kita dapatkan. Kalau dapat salary wow banget sih gak apa-apa, tapi ketika dapat salary standard di Jakarta. Kita harus ngapain neh?

Salary yang umum didapatkan di Jakarta adalah 5jt. Saya teringat ketika awal ke Jakarta, dapat gaji segitu dibilang “mana cukup gaji 5jt hidup di Jakarta? Buat makan saja habis. Tapi setelah dijalani nggak juga kok. Bahkan andaikan hari ini harus start dengan salary 5jt. Saya pikir sepertinya saya masih bisa tetap hidup di Jakarta.

Kadang kita lupa bersyukur ketika dapat offering kerjaan, kita langsung membandingkan pekerjaan yang kita dapatkan dengan pekerjaan orang lain yang lebih baik. Bagus jika hanya sebatas membandingkan saja, kadang karena pekerjaan dianggap kurang bagus, akhirnya malahan ditolak dan kita memilih untuk TIDAK MEMULAI.

Saya bukan mahasiswa teladan yang pintar, bahasa inggris juga tidak bagus, skill coding ya biasa saja, tidak punya pengalaman organisasi dan macam-macam kekurangan lainnya. Jadi bagi saya, pilihan untuk memilih kerjaan yang wow itu tidak ada. Jadi pada saat itu saya pikir MULAI aja dulu, kerja yang baik, pasti suatu saat dapat yang baik juga. Gaji yang penting cukup dulu untuk menyambung hidup. Kalau mau dengerin orang soal gaji 5jt kecil mah saya gak akan kerja-kerja. Hahahaha..

Jadi buat rekan-rekan yang lagi galau dan dilema karena mendapatkan salary offering yang standard ini. Syukurilah bahwa rekan-rekan bisa segera melepas status jobseeker, tidak semua orang loh dapat tawaran pekerjaan seperti anda. Kalau mau langsung gaji besar sih memang bisa, tapi kalau modalnya pas-pasan kayak saya. Yo wes lah mulai dulu saja, gak usah kebanyakan mikir. Saat kerja, pelajarilah ilmu sebanyak-banyaknya. Ambil setiap kesempatan yang ada untuk belajar. Percayalah suatu saat kehidupan anda juga akan bertumbuh.

Semoga sukses dan sehat selalu rekan-rekan sekalian.

Penulis : William Wijaya > https://www.linkedin.com/in/william-wijaya-411339105/


By the way, kalau perlu kursus untuk upgrade skill, bisa ke Coursera atau eTraining Indonesia. Keduanya memberi sertifikat yang recognized di dunia industri.


DAPATKAN SERTIFIKAT KOMPETENSI

Perbesar Peluang Karir dan Kerja

“Seseorang itu diterima kerja / dipromosikan karena skills, dan disukai atau tidak disukai lingkungan kerja karena attitude.”